Rabu, 23 November 2011

AL-SYAHID DAN AL-TABI’


A. Al-Syahid
Secara etimologi, kata syahid merupakan bentuk isim fa’il yang diderivasi dari fi’il madhi syahida. Sedangkan arti dari syahid dalam kamus berbahasa arab adalah orang yang menginformasikan apa yang disaksikannya (saksi), atau juga bisa mempunyai arti lisan. Dalam kamus Lisan al-Arab dijelaskan bahwa Syahid juga mempunyai arti orang alim yang menjelaskan apa yang diketahuinya, disamping itu, juga mempunyai arti orang yang hadir.
Sedangkan pengertian secara terminologi, banyak ulama yang mendefinisikannya, di antaranya:

المشارك في اللفظ أو المعنى مع عدم الاتحاد في الصحابي
الحديث الذي يشارك فيه رواته رواة الحديث الفرد لفظا ومعنى أو معنى فقط مع الاختلاف في الصحابي
ما وافق راو راويه عن صحابي آخر بمتن يشبهه في اللفظ والمعنى جميعا او في المعنى فقط
Dari definisi-definisi yang diberikan oleh para ulama hadis di atas, dapat disimpulkan, bahwa ternyata, definisi tersebut mempunyai arti yang sama, hanya berbeda dalam hal redaksinya saja. Jadi, definisi hadis al-Syahid adalah hadis yang matannya ada kesamaan secara lafal atau makna dengan hadis lain (hadis gharib) dan sanad sahabat dari kedua hadis tersebut berbeda.
Dari pengertian atau definisi Hadis Syahid di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa Hadis al-Syahid ini terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Al-Syahid al-Lafdzi
Hadis al-Syahid al-Lafdzi adalah hadis yang menguatkan matan hadis lain secara lafal , contohnya:
أخبرنا مالك عن عبد الله بن دينار عن ابن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال " الشهر تسع وعشرون لا تصوموا حتى تروا الهلال ولا تفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين (رواه الشافعي في الأم)
Hadis ini, menurut sebagian ulama hadis dikelompokkan ke dalam hadis gharib, karena Malikiyah sendiri meriwayatkan hadis tersebut dengan menggunakan lafal "فإن غم عليكم فاقدروا له ". Namun setelah melakukan penelitian, ternyata hadis tersebut banyak ditemukan pula dengan menggunakan sanad lain seperti hadis berikut:
أخبرنا محمد بن عبد الله بن يزيد قال حدثنا سفيان عن عمرو بن دينار عن محمد بن حنين عن بن عباس قال عجبت ممن يتقدم الشهر وقد قال رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا رأيتم الهلال فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين (رواه النسائي)
Yang menjadi titik tekan dalam contoh ini adalah lafal فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين, karena lafal tersebut termuat juga dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm, sehingga hadis yang kedua ini disebut dengan hadis al-Syahid al-Lafdzi.
2. Al-Syahid al-Maknawi
Hadis al-Syahid al-Maknawi adalah hadis yang menguatkan matan hadis lain dalam maknanya, Contohnya:
حدثنا آدم حدثنا شعبة حدثنا محمد بن زياد قال سمعت أبا هريرة رضي الله عنه يقول : قال النبي صلى الله عليه و سلم أو قال قال أبو القاسم صلى الله عليه و سلم ( صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين ) (رواه البخاري).
Matan hadis ini, menguatkan matan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i di atas, dari segi maknanya, karena kedua matan hadis tersebut mempunyai pengertian yang sama, sehingga hadis ini disebut dengan hadis al-Syahid al-Maknawi.
B. Al-Tabi’
Kata Tabi’ dalam kajian ilmu bahasa, juga merupakan bentuk isim fa’il yang diderivasi dari fi’il madhi taba’a. Kata Tabi’ ini secara bahasa mempunyai arti pengikut, pembantu dan golongan jin laki-laki. Dan dalam istilah lain, kata Tabi’ ini juga dikenal dengan sebutan Mutabi’ dan Mutaba’ah.
Sedangkan secara terminologi, para ulama juga mendefinisikannya dengan berbagai redaksi, di antaranya adalah:
الحديث الذي يشارك فيه رواته رواة الحديث الفرد لفظا ومعنى أو معنى فقط مع الاتحاد في الصحابي
ما شارك حديثا آخر في اللفظ او المعنى مع الاتحاد في الصحابي
ما وافق راويه راو آخر ممن يصلح أن يخرج حديثه فرواه عن شيخه أو من فوقه بلفظ مقارب
Dari beberapa definisi para ulama tersebut dapat disimpulkan bahwa hadis al-Tabi’ adalah hadis yang matannya ada kesamaan secara lafal atau makna dengan dengan hadis lain (hadis gharib) dan sanad sahabat dari kedua hadis tersebut sama.
Hadis tabi’ ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Tabi’ Tam
Tabi’ Tam adalah hadis yang ada kesamaan dengan hadis lain dari segi sanad mulai dari awal sampai akhir sanadnya dan matannya pun ada kesamaan dengan matan hadis tersebut, baik secara lafal maupun secara makna. Contohnya:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ (رواه البخاري)
Sanad hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari ini ternyata mempunyai kesamaan dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Syafi’i mulai dari awal sanad sampai akhir sanadnya. Oleh karena itu, hadis ini disebut dengan hadis al-Tabi’ Tam.
2. Tabi’ Qashir
Tabi’ Qashir adalah hadis yang ada kesamaan dengan hadis lain dari sisi sanadnya namun hanya sanad sahabatnya saja, dan matannya pun ada kesamaan secara lafal atau makna dengan matan hadis tersebut, contohnya:
حدثنا ابن نمير حدثنا أبي حدثنا عبيدالله بهذا الإسناد وقال فإن غم عليكم فاقدروا ثلاثين نحو حديث أبي أسامة (رواه مسلم)
Sanad sahabat dari hadis ini, sama dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i di atas, yaitu Ibn Umar. Namun dari awal sanadnya tidak ada kesamaan. Karena itu hadis ini disebut dengan hadis al-Tabi’ Qashir.

C. Peranan al-Syahid Dalam Analisis Kuantitas Sanad
Syahid sangat diperlukan dalam proses penelitian hadis, untuk menguatkan posisi suatu hadis dalam segi kuantitasnya. Sebuah hadis yang pada mulanya gharib (hanya diriwayatkan oleh seorang rawi) dapat naik tingkatannya menjadi hadis 'aziz, hadis masyhur atau bahkan hadis mutawatir bila ada syahid.
Contohnya seperti hadis yang diriwayatkan oleh Al-Syafi’i di atas. Pada mulanya Imam Syafi'i dianggap sendirian di dalam meriwayatkan hadis tersebut. Oleh karena itu, hadits tersebut dikatakan ghorib. Akan tetapi, kemudian ditemukan hadits yang diriwayatkan oleh al-Nasa'i dari Muhammad Ibnu Hunain dari Ibnu Abbas, maka keghoriban hadis tersebut secara otomatis menjadi hilang.
D. Peranan al-Tabi’ Dalam Analisis Kualitas Sanad
Sedangkan posisi Hadis Tabi’ dalam sebuah hadis sangat berpengaruh pada kualitas hadis itu sendiri. Karena ketika ada sebuah hadits yang dinilai dari segi sanad memiliki kekurangan, maka akan menyebabkan hadis tersebut tidak bisa mencapai derajat shahih atau hasan. Akan tetapi, ketika ditemukan hadis yang sama dari jalur lain, maka posisi hadis yang pertama bisa kuat dan bisa naik menjadi hadis sahih li ghairihi (apabila pertamanya ia hasan li dzatihi) berkat dukungan dari sanad lain tersebut. Hal ini karena substansi matannya dijustifikasi oleh faktor eksternal. Dan kekurangan pada salah satu perawi dapat dihilangkan dengan adanya bukti berupa hadis yang sama dan diriwayatkan dengan jalur yang berbeda.
Contoh kasusnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Syafi’i di atas. Hadis ini dinilai gharib karena diduga hanya diriwayatkan oleh Syafi’i dari Malik. Akan tetapi ditemukan hadits lain yang sama yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Maslamah al-Qa’nabi dengan sanad yang sama. Sehingga, seandainya hadis Imam Syafi’i tersebut hasan, maka dapat naik tingkatan menjadi sahih li ghairihi. Dan kalaupun hadits tersebut dla’if, maka dapat terangkat menjadi hasan li ghairihi.

istilah-itilah dalam ilmu hadits

Adil (dalam periwayatan):
Orang yang selalu melaksanakan segala perintah agama, dan menjauhi segala larangan dalam agama. Dan salah satu syarat hadis shahih ialah rowinya adil.
Ala SyartilBukhari:
Hadis yang dianggap sah karena memenuhi syarat-syarat Imam Bukhari, maksudnya rowi-rowi pada hadis itu rowi-rowi yang dipakai oleh Imam Bukhari.
Ala SyartisSyaikhin:
Hadis yang dianggap sah karena memenuhi syarat-syarat dua syekh, yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim. Maksudnya rowi-rowi pada hadis itu rowi-rowi yang dipakai oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Ahwali:
Hadis yang menceritakan hal ihwal Rasulullah, misalkan keadaan fisik, sifat, dan karakter Rasulullah Saw.
Atsar:
Sebagian ulama mengatakan bahwa atsar adalah hadis yang disandarkan kepada Sahabat Rasulullah Saw.
Aushatut Tabi’in:
Tabi’in pertengahan, yaitu Tabi’in yang tidak terlalu banyak menerima hadits dari Sahabat. Seperti: Kuraib dan Muhamad bin Ibrahim At-Taimi.
Aziz:
Hadis yang diriwayatkan melalui dua jalan sanad
Ahad:
Hadis yang jalan sanadnya kurang dari derajat Mutawatir, hadis ahad ada yang shahih, hasan, dan dhaif. Yang termasuk ke dalam hadis ahad ialah hadis masyhur, hadis aziz, dan hadis ghorib.
Bayan:
Menjelasakan, artinya hadis berfungsi untuk menjelaskan kandungan isi Al-Qur’an.
Bayan At-Taqrir:
Hadis berfungsi sebagai bayan at-taqrir, artinya hadis berfungsi untuk menetapkan dan memperkuat apa yang diterangkan didalam Al-Qur’an.
Bayan At-Tafsir:
Hadis berfungsi sebagai bayan at-tafsir, artinya memberikan tafsiran terhadap ayat Al-Qur’an.
Dhabit:
Dia seorang perowi yang dhabit, artinya dia seorang periwayat hadis yang kuat hapalannya.
Dhaif:
Hadis yang lemah
Dirayatan:
Ilmu untuk menetapkan sah atau tidaknya suatu riwayat.
Fi’liyyah:
Hadis yang menerangkan keadaan/perbuatan Rasulullah Saw.
Gharib:
Hadis yang diriwayatkan hanya melalui satu jalan sanad
Hadist:
Sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah Saw. baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrirnya.
Hasan:
Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sanadnya bersambung, tidak janggal, tidak terrdapat illat (cacat), akan tetapi terdapat perowinya yang kurang kuat hapalannya.
Hammi:
Hadis yang menerangkan keinginan kuat Rasulullah Saw. akan tetapi tidak sempat terealisasi.
Ikhtisarul Hadis:
Meringkas hadis, misalkan dari hadis yang panjang diambil bagian yang dianggap perlu saja.
I’lam:
Memberi tahukan, yaitu seorang syekh memberi tahu kepada seorang rowi dengan tanpa disertai ijin untuk meriwayatkan darinya.
Ijazah:
Mengijinkan, yaitu seorang guru mengijinkan muridnya untuk meriwayatkan hadis atau riwayat, dengan cara memberi ijin dengan ucapan maupun tulisan.
Ikhtilat:
Kerusakan pada hapalan seorang rowi
Isnad:
Menyandarkan, misal Imam Muslim berkata, Abdun bin Humaid menceritakan kepadanya. Hal seperti ini disebut Isnad, artinya Imam Muslim menyandarkan kepada Abdun bin Humaid.
Ittisal:
Persambungan sanad, dari awal sanad sampai akhir sanad.
Jarh:
Kecacatan pada perawi hadis karena sesuatu yang dapat merusak keadilan atau kedhabitannya.
Khabar:
Khabar secara bahasa artinya berita, dan pengertiannya secara istilah para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang dari Nabi, sahabat, dan tabi’in. Ada pula yang mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi Saw.
Kibarut Tabi’in:
Tabi’in besar, yaitu tabi’in yang banyak meriwayatkan hadist dari sahabat, seperti: Basyir bin Nasikh As-Sadusi, Abul Aswad Ad-Dili, Rib,I bin Hirasy, Zaid bin Wahb Abu Sulaiman Al-Kufi, Humaid bin Hilal Al-‘adwi, Said bin Al-Musaiyyab.
Ma’ruf:
Hadis yang diriwayatkan oleh rowi yang lemah serta menentang riwayat dari rowi yang lebih lemah. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Ma’lul:
Hadis yang kelihatannya shah, akan tetapi setelah diperiksa terdapat cacat padanya. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Majhul:
Hadis yang dalam sanadnya ada rowi yang tidak dikenal oleh ulama, dan hadisnya tidak diketahui, melainkan dari jalan seorang rowi saja. Terdapat lima pandangan terhadap hadis ini. Riwayatnya diterima dengan mutlak, tidak diterima riwayatnya dengan mutlak, riwayatnya diterima apabila rowi yang meriwayatkannya meriwayatkan dari orang yang terpercaya, diterima apabila rowinya dipuji oleh seorang ulama ahli Jarh dan Ta’dil, dan pandangan yang terakhir diterima apabila rowi itu masyhur, dan kemasyhurannya selain masyhur dalam ilmu dan riwayat.
Maqlub:
Hadis yang pada sanad atau matannya ada pertukaran, terbalik. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Maqbul:
Hadis yang dapat diterima kehujjahannya, karena telah memenuhi syarat-syarat hadis shahih.
Maqtu’:
Hadis yang disandarkan kepada Tabi’in. Hadis ini ada yang shahih, hasan, dan dhaif. Akan tetapi meskipun shahih, hadis maqtu’ tidak bisa dijadikan hujjah atau dalil, sebab hadis maqtu bukan perkataan, perbuatan, atau taqrir Nabi, melainkan Tabi’in.
Marfu’:
Hadis Marfu’ terbagi kepada dua jenis, yaitu tashrihan (secara terang-terangan/ secara langsung menunjukan kepada marfu’) dan hukman (tidak secara langsung menunjukan kepada marfu’). Contoh: “Abu Hurairah telah berkata, Rasulullah Saw. telah bersabda…”, Contoh ini disebut marfu’ tashrihan, karena dalam contoh ini secara terang-terangan disebutkan “telah bersabda Rasulullah”. Dan yang termasuk marfu’ hukman, misalkan: “Dari Umar, ia telah berkata: “Doa itu terhenti antara langit dan bumi…”. Contoh ini disebut marfu, meskipun disitu tidak dicantumkan nama Nabi. Sebab hal-hal tentang doa adalah sesuatu yang ghaib, hanya Allah yang mengetahuinya, dan para Nabi melalui wahyu. Jadi secara tidak langsung Umar telah mengatakan pengetahuannya dari Nabi. Hadis marfu ada yang shahih, hasan dan dhaif.
Mardud:
Hadis yang ditolak karena tidak memenuhi syarat-syarat hadis maqbul.
Masruq:
Masruq artinya yang dicuri, dan secara istilah para ahli hadis ialah suatu hadis yang ditukar rawinya dengan rawi yang lain, supaya menjadi ganjil dan supaya diterima dan disukai hadisnya oleh ahli hadis. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Masyhur:
Hadis yang jalan sanadnya cukup banyak, akan tetapi tidak memenuhi syarat mutawatir.
Matan:
Isi hadis, lafal-lafal hadis.
Matruk:
Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh berdusta, banyak kekeliruan, lalai, fasik. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Maudlu:
Hadits maudlu ialah hadis yang disandarkan kepada Rasulullah Saw., padahal Rasulullah Saw. tidak pernah berkata atau berbuat demikian. Dalam kata lain hadis maudlu disebut juga hadis palsu. Hadis ini tidak bisa dijadikan dalil.
Mauquf:
Hadis yang disandarkan kepada sahabat Rasulullah Saw. Hadis ini ada yang shahih, hasan, dan dhaif, akan tetapi meskipun shahih, hadis ini tidak bisa dijadikan dalil.
Mubbayyin:
Yang memberikan penjelasan, dalam arti hadis sebagai mubbayyin terhadap Al-Qur’an.
Mubham:
Hadis yang pada matan atau sanadnya ada orang yang tidak disebut namanya. Hadis ini tergolong hadis dhaif, akan tetapi seorang ulama mengatakan, bagi kitab bukhari sudah tidak bisa dikatakan mubaham lagi pada hadis-hadis mubhamnya, sebab nama-nama itu sudah dijelaskan/ disebutkan oleh Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Asqalaniy dalam kitab Fathul-Baari. Melainkan hanya beberapa rowi mubham dalam matan saja.
Muharraf:
Hadis yang pada sanad atau matannya terjadi perubahan karena harakat, dengan tetap adanya bentuk tulisan yang asal. Misalkan pada matan, “abiy” (bapakku), padahal yang sepenarnya, “ubay” (nama salah seorang sahabat Rasulullah Saw. Hadis ini tergolong hadis dhaif. Diantara ulama ada yang menganggap hadis Muharraf sama saja dengan hadis Mushahhaf. (Lihat Mushahhaf dibawah pada jajaran Mus).
Muhmal:
Hadis yang pada sanadnya terdapat nama, gelar, sifat rowi yang memiliki kesamaan dengan rowi yang lain, dan tidak ada perbedaan (dalam aspek peninjauan ilmu hadis). Misal dalam sebuah hadis terdapat rowi yang bernama Ismail bin Muslim. Selain rowi itu, ada juga rowi lain yang bernama Ismail bin Muslim. Sehingga tidak bisa ditentukan pada hadis itu yang meriwayatkan Ismail bin Muslim yang mana. Maka dari itu hadis ini dinamakan hadis Muhmal, artinya ditinggalkan dan dikategorikan hadis dhaif.
Mukhtalit:
Rowi yang mengalami kerusakan pada hapalannya dengan beberapa sebab, yakni berkurangnya usia (bertambah tua), mengalami kebutaan, hilang kitab-kitabnya, hadis yang diriwayatkan rowi tersebut dikategorikan dhaif, karena riwayat yang dia riwayatkan disertai keragu-raguan.
Mukhadramun:
Orang yang hidup separuh dijaman jahiliyah dan separuh di jaman Rasulullah Saw. serta masuk Islam, akan tetapi tidak pernah bertemu dengan Rasulullah Saw.
Mu’dlal:
Hadis yang ditengah sanadnya gugur dua orang rowi atau lebih. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mu’annan:
Hadis yang pada sanadnya ada lafadz “anna” atau “inna”, misalkan “anna aisyata” (sesungguhnya aishah). Lafadz seperti ini menunjukan bahwa dia tidak pernah bertemu dengan Aisyah. Jika didalam bahasa Indonesia, biasanya dengan kata “bahwa”, misalkan si A berkata, “Imam Ar-raghib menjelaskan bahwa asal arti dari kata fatana ialah….”. Kalimat seperti itu menunjukan bahwa si A tidak pernah bertemu dengan Imam Ar-Raghib. Hadis ini tergolong hadis dhaif, akan tetapi apabila rowi-rowinya ternyata orang-orang jujur, bukan mudallis, dan ada keterangan yang menerangkan bahwa rowinya bertemu dengan orang yang disandarinya dalam menerima hadis itu maka bisa hilang kelemahannya.
Mu’an’an:
Hadis yang pada sanadnya ada lafadz “an”. Keterangannya sama seperti hadis muannan, yaitu tergolong hadis dhaif, kecuali ada syarat-sayarat yang terpenuhi sehingga hilang kelemahannya.
Mu’allaq:
Hadis yang tergantung. Hadis yang dari permulaan sanadnya gugur seorang rowi atau lebih dengan berturut-turut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Muddalas:
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seseorang, yang mana rowi itu bertemu dan sejaman dengannya. Akan tetapi sebenarnya dia tidak mendengar dari orang tersebut, dan ragu-ragu, seolah-olah rowi itu merasa mendengar dari orang tersebut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Muddalis:
Pelaku hadis Muddalas.
Mudawwin:
Sebutan bagi orang yang membukukan hadis, seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Mudraj:
Hadis yang sanad atau matannya bercampur dengan yang bukan dari bagiannya. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mudraj Matan:
Hadis yang tercampuri perkataan rowi, baik di awal matan, pertengahan matan, dan akhir matan. Sehingga seolah-olah semuanya adalah sabda Nabi Saw. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mudraj Isnad:
Hadis yang tercampuri pada sanad, misalkan ada dua hadis yang sama matannya akan tetapi berbeda sanadnya. Lalu ada rowi yang meriwayatkan hadis tersebut dengan menyatukan dua sanad yang berbeda tersebut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mudltharib:
Hadis yang sanad atau matannya, atau sanad dan matannya diperselisihkan, dan tidak bisa diputuskan mana yang kuat. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Munkar:
Hadis yang diriwayatkan oleh rowi yang lemah dan bertentangan dengan riwayat yang lebih ringan lemahnya, hadisnya tunggal, matannya tidak diketahui selain dari orang yang meriwayatkannya, dan rowinya jauh daripada kuatnya hapalan. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Munqalib:
Sebenarnya munqalib sama seperti maqlub, akan tetapi hadis munqalib terjadi keterbalikannya pada matan (isi hadis), jadi munqalib adalah hadis yang terbalik pada isinya sehingga berubah maknanya. Hadis ini tergolong kepada hadis dhaif.
Munqhati:
Hadis yang di pertengahan sanadnya gugur seorang rowi atau lebih, tetapi tidak berturut-turut.Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mursal:
Hadis yang gugur sanadnya sebelum sahabat. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mursal Al-Jali:
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi, yang mana dia meriwayatkan dari seseorang, padahal rowi tersebut tidak sejaman dan tidak pernah bertemu dengan orang tersebut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mursal Al-Khafi:
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seseorang, dia sejaman dan bertemu dengan orang tersebut, akan tetapi padahal dia tidak menerima hadis itu atau tidak pernah menerima satupun hadis darinya. Atau Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seseorang, dia sejaman dengan orang tersebut, akan tetapi dia tidak pernah bertemu. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mushahhaf:
Hadis yang pada huruf sanad atau matannya terjadi perubahan karena titik dengan tetap adanya bentuk tulisan yang asal. Misalkan pada matan, “Iddahinuw ghibbaan”, menjadi “idzhabuw a’nnaa”. Pada contoh ini perubahan terjadi pada, dal yang ditambah titik menjadi dza, nun yang berpindah titik menjadi ba, gha yang hilang titiknya menjadi ain, dan ba yang berpindah titik menjadi nun. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Musnad:
Sebutan untuk kumpulan hadis dengan menyebutkan sanadnya. Sebutan untuk sebuah kitab yang menghimpun hadis-hadis dengan cara penyusunan berdasarkan nama-nama sahabat.
Mutafaqun Alaihi:
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Mutashil:
Orang yang tashahul (lihat tashahul dibawah)
Musnid:
Yang menyandarkan atau sebutan bagi orang yang meriwayatkan hadis dengan menyebutkan sanadnya.
Mutabi’:
Hadis yang sanadnya menguatkan sanad yang lain dalam hadis yang sama. Mutabi’ terbagi kepada dua, yaitu:
Mutabi’ Tam:
Mutabi’ yang sempurna, yaitu apabila sanad itu menguatkan rowi yang pertama. Misal Imam Bukhari meriwayatkan hadis dari A, A dari B, B dari C, C dari Nabi Saw. Lalu kita temukan Imam Muslim meriwayatkan hadis yang serupa dengan jalan sanad yang sama, maka Imam Muslim disebut Mutabi’ Tam, karena telah menguatkan rowi yang pertama yaitu Imam Bukhari.
Mutabi’ Qashir:
Mutabi’ yang kurang sempurna. Kembali pada contoh diatas, ternyata kita tidak menemukan rowi lain yang menggantikan Imam Bukhari, melainkan yang kita temukan pengganti A, misalkan M. Maka M disebut Mutabi’ qashir. Jadi hadis itu sanadnya selain yang diatas, ada juga yang begini Imam Bukhari dari M, M dari B, B dari C, C dari Nabi Saw. Hadis Mutabi’ ada yang shahih, hasan, dan dhaif.
Mutawatir:
Hadis yang diriwayatkan dengan banyak sanad, yang mustahil mereka sepakat untuk berdusta.
Mutawatir Lafdzi:
Hadis yang mutawatir secara lafadz.
Mutawatir Ma’nawi:
Hadis yang berbeda akan tetapi makna dan tujuannya sama.
Riwayatan:
Ilmu untuk membicarakan riawayat yang sudah ditetapkan melalui Ilmu Dirayatan.
Sahabat:
Orang yang hidup sejaman dan bertemu dengan Rasulullah Saw, mengimani dan membenarkan risalah Nabi (Islam).
Sanad:
Sandaran.
Shahih:
Hadits yang sah (tidak memiliki cacat) bisa diterima dan bisa dijadikan dalil. Karena diriwayatkan oleh orang yang adil (taqwa), hapalannya baik, sanadnya bersambung, tidak bercacat, dan tidak janggal.
Shahih lidzatihi:
Shahih karena dzatnya, bukan karena dibantu oleh riwayat lain yang serupa dengannya
Shahih lighoirihi:
Shahih karena dikuatkan oleh riwayat lain yang serupa dengannya.
Shigharut Tabi’in:
Tabi’in kecil, yaitu Tabi’in yang sedikit sekali meriwayatkan hadits dari sahabat. Seperti: Ma’ruf bin Khurrabudz Al-Maki dan Al-Ja’d bin Abdurrahman.
Sima’:
Penerimaan hadis dengan cara mendengarkan sendiri perkataan gurunya.
Syadz:
Hadis yang isinya bertentangan dengan hadis atau dalil lain yang lebih kuat.
Ta’dil:
Kebalikan dari Jarh, artinya Ta’dil ialah upaya untuk menetapkan bahwa seorang rowi termasuk bisa diterima hadisnya. Ada beberapa syarat seorang rowi bisa diterima hadisnya, yaitu: muslim, baligh, berakal, adil, benar, bisa dipercaya, amanah, tidak suka maksiat, sadar, hafazh (dhabit), tidak dungu, tidak pelupa, tidak berubah akalnya (ikhtilat), tidak sering salah, tidak sering menyalahi orang lain dalam meriwayatkan, dikenal oleh ahli hadis, tidak menerima talqin, tidak suka mempermudah, bukan ahli bid’ah yang menjadikan kekufuran. Untuk mengetahui apakah syarat-syarat tersebut ada pada diri seorang rowi, diantaranya dengan ilmu ta’dil.
Tabi’in:
Orang yang hidup sejaman dan bertemu dengan Sahabat, serta beragama Islam.
Tabi’ut Tabi’in:
Pengikut tabi’in.
Tadlis:
Menyamarkan
Talqin:
Menerima hadis dengan cara diajarkan oleh seseorang untuk menyebutkan nama rowi-rowi yang dia suka dalam sanadnya, padahal rowi itu tidak mendengar riwayat itu dari orang yang disebutkan.
Tadwin:
Pembukuan atau penulisan hadis.
Taqrir:
Hadis yang berisi ketetapan atau tidak berkomentarnya Rasulullah Saw. terhadap apa yang diperbuat oleh Sahabat.
Tashahul:
Mempermudah, maksudnya mempermudah suatu urusan. Dalam hadis, mempermudah suatu riwayat. Orang yang selalu mempermudah suatu urusan sering kali keliru dan salah, maka dari itu jika dalam suatu riwayat ada rowinya yang tasahul, maka riwayatnya di tolak/ lemah.
Tsiqoh:
Dia seorang rowi yang tsiqoh, artinya dia seorang rowi yang dapat dipercaya.

istilah-itilah dalam ilmu hadits

Adil (dalam periwayatan):
Orang yang selalu melaksanakan segala perintah agama, dan menjauhi segala larangan dalam agama. Dan salah satu syarat hadis shahih ialah rowinya adil.
Ala SyartilBukhari:
Hadis yang dianggap sah karena memenuhi syarat-syarat Imam Bukhari, maksudnya rowi-rowi pada hadis itu rowi-rowi yang dipakai oleh Imam Bukhari.
Ala SyartisSyaikhin:
Hadis yang dianggap sah karena memenuhi syarat-syarat dua syekh, yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim. Maksudnya rowi-rowi pada hadis itu rowi-rowi yang dipakai oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Ahwali:
Hadis yang menceritakan hal ihwal Rasulullah, misalkan keadaan fisik, sifat, dan karakter Rasulullah Saw.
Atsar:
Sebagian ulama mengatakan bahwa atsar adalah hadis yang disandarkan kepada Sahabat Rasulullah Saw.
Aushatut Tabi’in:
Tabi’in pertengahan, yaitu Tabi’in yang tidak terlalu banyak menerima hadits dari Sahabat. Seperti: Kuraib dan Muhamad bin Ibrahim At-Taimi.
Aziz:
Hadis yang diriwayatkan melalui dua jalan sanad
Ahad:
Hadis yang jalan sanadnya kurang dari derajat Mutawatir, hadis ahad ada yang shahih, hasan, dan dhaif. Yang termasuk ke dalam hadis ahad ialah hadis masyhur, hadis aziz, dan hadis ghorib.
Bayan:
Menjelasakan, artinya hadis berfungsi untuk menjelaskan kandungan isi Al-Qur’an.
Bayan At-Taqrir:
Hadis berfungsi sebagai bayan at-taqrir, artinya hadis berfungsi untuk menetapkan dan memperkuat apa yang diterangkan didalam Al-Qur’an.
Bayan At-Tafsir:
Hadis berfungsi sebagai bayan at-tafsir, artinya memberikan tafsiran terhadap ayat Al-Qur’an.
Dhabit:
Dia seorang perowi yang dhabit, artinya dia seorang periwayat hadis yang kuat hapalannya.
Dhaif:
Hadis yang lemah
Dirayatan:
Ilmu untuk menetapkan sah atau tidaknya suatu riwayat.
Fi’liyyah:
Hadis yang menerangkan keadaan/perbuatan Rasulullah Saw.
Gharib:
Hadis yang diriwayatkan hanya melalui satu jalan sanad
Hadist:
Sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah Saw. baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrirnya.
Hasan:
Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sanadnya bersambung, tidak janggal, tidak terrdapat illat (cacat), akan tetapi terdapat perowinya yang kurang kuat hapalannya.
Hammi:
Hadis yang menerangkan keinginan kuat Rasulullah Saw. akan tetapi tidak sempat terealisasi.
Ikhtisarul Hadis:
Meringkas hadis, misalkan dari hadis yang panjang diambil bagian yang dianggap perlu saja.
I’lam:
Memberi tahukan, yaitu seorang syekh memberi tahu kepada seorang rowi dengan tanpa disertai ijin untuk meriwayatkan darinya.
Ijazah:
Mengijinkan, yaitu seorang guru mengijinkan muridnya untuk meriwayatkan hadis atau riwayat, dengan cara memberi ijin dengan ucapan maupun tulisan.
Ikhtilat:
Kerusakan pada hapalan seorang rowi
Isnad:
Menyandarkan, misal Imam Muslim berkata, Abdun bin Humaid menceritakan kepadanya. Hal seperti ini disebut Isnad, artinya Imam Muslim menyandarkan kepada Abdun bin Humaid.
Ittisal:
Persambungan sanad, dari awal sanad sampai akhir sanad.
Jarh:
Kecacatan pada perawi hadis karena sesuatu yang dapat merusak keadilan atau kedhabitannya.
Khabar:
Khabar secara bahasa artinya berita, dan pengertiannya secara istilah para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang dari Nabi, sahabat, dan tabi’in. Ada pula yang mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi Saw.
Kibarut Tabi’in:
Tabi’in besar, yaitu tabi’in yang banyak meriwayatkan hadist dari sahabat, seperti: Basyir bin Nasikh As-Sadusi, Abul Aswad Ad-Dili, Rib,I bin Hirasy, Zaid bin Wahb Abu Sulaiman Al-Kufi, Humaid bin Hilal Al-‘adwi, Said bin Al-Musaiyyab.
Ma’ruf:
Hadis yang diriwayatkan oleh rowi yang lemah serta menentang riwayat dari rowi yang lebih lemah. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Ma’lul:
Hadis yang kelihatannya shah, akan tetapi setelah diperiksa terdapat cacat padanya. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Majhul:
Hadis yang dalam sanadnya ada rowi yang tidak dikenal oleh ulama, dan hadisnya tidak diketahui, melainkan dari jalan seorang rowi saja. Terdapat lima pandangan terhadap hadis ini. Riwayatnya diterima dengan mutlak, tidak diterima riwayatnya dengan mutlak, riwayatnya diterima apabila rowi yang meriwayatkannya meriwayatkan dari orang yang terpercaya, diterima apabila rowinya dipuji oleh seorang ulama ahli Jarh dan Ta’dil, dan pandangan yang terakhir diterima apabila rowi itu masyhur, dan kemasyhurannya selain masyhur dalam ilmu dan riwayat.
Maqlub:
Hadis yang pada sanad atau matannya ada pertukaran, terbalik. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Maqbul:
Hadis yang dapat diterima kehujjahannya, karena telah memenuhi syarat-syarat hadis shahih.
Maqtu’:
Hadis yang disandarkan kepada Tabi’in. Hadis ini ada yang shahih, hasan, dan dhaif. Akan tetapi meskipun shahih, hadis maqtu’ tidak bisa dijadikan hujjah atau dalil, sebab hadis maqtu bukan perkataan, perbuatan, atau taqrir Nabi, melainkan Tabi’in.
Marfu’:
Hadis Marfu’ terbagi kepada dua jenis, yaitu tashrihan (secara terang-terangan/ secara langsung menunjukan kepada marfu’) dan hukman (tidak secara langsung menunjukan kepada marfu’). Contoh: “Abu Hurairah telah berkata, Rasulullah Saw. telah bersabda…”, Contoh ini disebut marfu’ tashrihan, karena dalam contoh ini secara terang-terangan disebutkan “telah bersabda Rasulullah”. Dan yang termasuk marfu’ hukman, misalkan: “Dari Umar, ia telah berkata: “Doa itu terhenti antara langit dan bumi…”. Contoh ini disebut marfu, meskipun disitu tidak dicantumkan nama Nabi. Sebab hal-hal tentang doa adalah sesuatu yang ghaib, hanya Allah yang mengetahuinya, dan para Nabi melalui wahyu. Jadi secara tidak langsung Umar telah mengatakan pengetahuannya dari Nabi. Hadis marfu ada yang shahih, hasan dan dhaif.
Mardud:
Hadis yang ditolak karena tidak memenuhi syarat-syarat hadis maqbul.
Masruq:
Masruq artinya yang dicuri, dan secara istilah para ahli hadis ialah suatu hadis yang ditukar rawinya dengan rawi yang lain, supaya menjadi ganjil dan supaya diterima dan disukai hadisnya oleh ahli hadis. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Masyhur:
Hadis yang jalan sanadnya cukup banyak, akan tetapi tidak memenuhi syarat mutawatir.
Matan:
Isi hadis, lafal-lafal hadis.
Matruk:
Hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh berdusta, banyak kekeliruan, lalai, fasik. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Maudlu:
Hadits maudlu ialah hadis yang disandarkan kepada Rasulullah Saw., padahal Rasulullah Saw. tidak pernah berkata atau berbuat demikian. Dalam kata lain hadis maudlu disebut juga hadis palsu. Hadis ini tidak bisa dijadikan dalil.
Mauquf:
Hadis yang disandarkan kepada sahabat Rasulullah Saw. Hadis ini ada yang shahih, hasan, dan dhaif, akan tetapi meskipun shahih, hadis ini tidak bisa dijadikan dalil.
Mubbayyin:
Yang memberikan penjelasan, dalam arti hadis sebagai mubbayyin terhadap Al-Qur’an.
Mubham:
Hadis yang pada matan atau sanadnya ada orang yang tidak disebut namanya. Hadis ini tergolong hadis dhaif, akan tetapi seorang ulama mengatakan, bagi kitab bukhari sudah tidak bisa dikatakan mubaham lagi pada hadis-hadis mubhamnya, sebab nama-nama itu sudah dijelaskan/ disebutkan oleh Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Asqalaniy dalam kitab Fathul-Baari. Melainkan hanya beberapa rowi mubham dalam matan saja.
Muharraf:
Hadis yang pada sanad atau matannya terjadi perubahan karena harakat, dengan tetap adanya bentuk tulisan yang asal. Misalkan pada matan, “abiy” (bapakku), padahal yang sepenarnya, “ubay” (nama salah seorang sahabat Rasulullah Saw. Hadis ini tergolong hadis dhaif. Diantara ulama ada yang menganggap hadis Muharraf sama saja dengan hadis Mushahhaf. (Lihat Mushahhaf dibawah pada jajaran Mus).
Muhmal:
Hadis yang pada sanadnya terdapat nama, gelar, sifat rowi yang memiliki kesamaan dengan rowi yang lain, dan tidak ada perbedaan (dalam aspek peninjauan ilmu hadis). Misal dalam sebuah hadis terdapat rowi yang bernama Ismail bin Muslim. Selain rowi itu, ada juga rowi lain yang bernama Ismail bin Muslim. Sehingga tidak bisa ditentukan pada hadis itu yang meriwayatkan Ismail bin Muslim yang mana. Maka dari itu hadis ini dinamakan hadis Muhmal, artinya ditinggalkan dan dikategorikan hadis dhaif.
Mukhtalit:
Rowi yang mengalami kerusakan pada hapalannya dengan beberapa sebab, yakni berkurangnya usia (bertambah tua), mengalami kebutaan, hilang kitab-kitabnya, hadis yang diriwayatkan rowi tersebut dikategorikan dhaif, karena riwayat yang dia riwayatkan disertai keragu-raguan.
Mukhadramun:
Orang yang hidup separuh dijaman jahiliyah dan separuh di jaman Rasulullah Saw. serta masuk Islam, akan tetapi tidak pernah bertemu dengan Rasulullah Saw.
Mu’dlal:
Hadis yang ditengah sanadnya gugur dua orang rowi atau lebih. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mu’annan:
Hadis yang pada sanadnya ada lafadz “anna” atau “inna”, misalkan “anna aisyata” (sesungguhnya aishah). Lafadz seperti ini menunjukan bahwa dia tidak pernah bertemu dengan Aisyah. Jika didalam bahasa Indonesia, biasanya dengan kata “bahwa”, misalkan si A berkata, “Imam Ar-raghib menjelaskan bahwa asal arti dari kata fatana ialah….”. Kalimat seperti itu menunjukan bahwa si A tidak pernah bertemu dengan Imam Ar-Raghib. Hadis ini tergolong hadis dhaif, akan tetapi apabila rowi-rowinya ternyata orang-orang jujur, bukan mudallis, dan ada keterangan yang menerangkan bahwa rowinya bertemu dengan orang yang disandarinya dalam menerima hadis itu maka bisa hilang kelemahannya.
Mu’an’an:
Hadis yang pada sanadnya ada lafadz “an”. Keterangannya sama seperti hadis muannan, yaitu tergolong hadis dhaif, kecuali ada syarat-sayarat yang terpenuhi sehingga hilang kelemahannya.
Mu’allaq:
Hadis yang tergantung. Hadis yang dari permulaan sanadnya gugur seorang rowi atau lebih dengan berturut-turut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Muddalas:
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seseorang, yang mana rowi itu bertemu dan sejaman dengannya. Akan tetapi sebenarnya dia tidak mendengar dari orang tersebut, dan ragu-ragu, seolah-olah rowi itu merasa mendengar dari orang tersebut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Muddalis:
Pelaku hadis Muddalas.
Mudawwin:
Sebutan bagi orang yang membukukan hadis, seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Mudraj:
Hadis yang sanad atau matannya bercampur dengan yang bukan dari bagiannya. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mudraj Matan:
Hadis yang tercampuri perkataan rowi, baik di awal matan, pertengahan matan, dan akhir matan. Sehingga seolah-olah semuanya adalah sabda Nabi Saw. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mudraj Isnad:
Hadis yang tercampuri pada sanad, misalkan ada dua hadis yang sama matannya akan tetapi berbeda sanadnya. Lalu ada rowi yang meriwayatkan hadis tersebut dengan menyatukan dua sanad yang berbeda tersebut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mudltharib:
Hadis yang sanad atau matannya, atau sanad dan matannya diperselisihkan, dan tidak bisa diputuskan mana yang kuat. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Munkar:
Hadis yang diriwayatkan oleh rowi yang lemah dan bertentangan dengan riwayat yang lebih ringan lemahnya, hadisnya tunggal, matannya tidak diketahui selain dari orang yang meriwayatkannya, dan rowinya jauh daripada kuatnya hapalan. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Munqalib:
Sebenarnya munqalib sama seperti maqlub, akan tetapi hadis munqalib terjadi keterbalikannya pada matan (isi hadis), jadi munqalib adalah hadis yang terbalik pada isinya sehingga berubah maknanya. Hadis ini tergolong kepada hadis dhaif.
Munqhati:
Hadis yang di pertengahan sanadnya gugur seorang rowi atau lebih, tetapi tidak berturut-turut.Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mursal:
Hadis yang gugur sanadnya sebelum sahabat. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mursal Al-Jali:
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi, yang mana dia meriwayatkan dari seseorang, padahal rowi tersebut tidak sejaman dan tidak pernah bertemu dengan orang tersebut. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mursal Al-Khafi:
Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seseorang, dia sejaman dan bertemu dengan orang tersebut, akan tetapi padahal dia tidak menerima hadis itu atau tidak pernah menerima satupun hadis darinya. Atau Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi dari seseorang, dia sejaman dengan orang tersebut, akan tetapi dia tidak pernah bertemu. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Mushahhaf:
Hadis yang pada huruf sanad atau matannya terjadi perubahan karena titik dengan tetap adanya bentuk tulisan yang asal. Misalkan pada matan, “Iddahinuw ghibbaan”, menjadi “idzhabuw a’nnaa”. Pada contoh ini perubahan terjadi pada, dal yang ditambah titik menjadi dza, nun yang berpindah titik menjadi ba, gha yang hilang titiknya menjadi ain, dan ba yang berpindah titik menjadi nun. Hadis ini tergolong hadis dhaif.
Musnad:
Sebutan untuk kumpulan hadis dengan menyebutkan sanadnya. Sebutan untuk sebuah kitab yang menghimpun hadis-hadis dengan cara penyusunan berdasarkan nama-nama sahabat.
Mutafaqun Alaihi:
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Mutashil:
Orang yang tashahul (lihat tashahul dibawah)
Musnid:
Yang menyandarkan atau sebutan bagi orang yang meriwayatkan hadis dengan menyebutkan sanadnya.
Mutabi’:
Hadis yang sanadnya menguatkan sanad yang lain dalam hadis yang sama. Mutabi’ terbagi kepada dua, yaitu:
Mutabi’ Tam:
Mutabi’ yang sempurna, yaitu apabila sanad itu menguatkan rowi yang pertama. Misal Imam Bukhari meriwayatkan hadis dari A, A dari B, B dari C, C dari Nabi Saw. Lalu kita temukan Imam Muslim meriwayatkan hadis yang serupa dengan jalan sanad yang sama, maka Imam Muslim disebut Mutabi’ Tam, karena telah menguatkan rowi yang pertama yaitu Imam Bukhari.
Mutabi’ Qashir:
Mutabi’ yang kurang sempurna. Kembali pada contoh diatas, ternyata kita tidak menemukan rowi lain yang menggantikan Imam Bukhari, melainkan yang kita temukan pengganti A, misalkan M. Maka M disebut Mutabi’ qashir. Jadi hadis itu sanadnya selain yang diatas, ada juga yang begini Imam Bukhari dari M, M dari B, B dari C, C dari Nabi Saw. Hadis Mutabi’ ada yang shahih, hasan, dan dhaif.
Mutawatir:
Hadis yang diriwayatkan dengan banyak sanad, yang mustahil mereka sepakat untuk berdusta.
Mutawatir Lafdzi:
Hadis yang mutawatir secara lafadz.
Mutawatir Ma’nawi:
Hadis yang berbeda akan tetapi makna dan tujuannya sama.
Riwayatan:
Ilmu untuk membicarakan riawayat yang sudah ditetapkan melalui Ilmu Dirayatan.
Sahabat:
Orang yang hidup sejaman dan bertemu dengan Rasulullah Saw, mengimani dan membenarkan risalah Nabi (Islam).
Sanad:
Sandaran.
Shahih:
Hadits yang sah (tidak memiliki cacat) bisa diterima dan bisa dijadikan dalil. Karena diriwayatkan oleh orang yang adil (taqwa), hapalannya baik, sanadnya bersambung, tidak bercacat, dan tidak janggal.
Shahih lidzatihi:
Shahih karena dzatnya, bukan karena dibantu oleh riwayat lain yang serupa dengannya
Shahih lighoirihi:
Shahih karena dikuatkan oleh riwayat lain yang serupa dengannya.
Shigharut Tabi’in:
Tabi’in kecil, yaitu Tabi’in yang sedikit sekali meriwayatkan hadits dari sahabat. Seperti: Ma’ruf bin Khurrabudz Al-Maki dan Al-Ja’d bin Abdurrahman.
Sima’:
Penerimaan hadis dengan cara mendengarkan sendiri perkataan gurunya.
Syadz:
Hadis yang isinya bertentangan dengan hadis atau dalil lain yang lebih kuat.
Ta’dil:
Kebalikan dari Jarh, artinya Ta’dil ialah upaya untuk menetapkan bahwa seorang rowi termasuk bisa diterima hadisnya. Ada beberapa syarat seorang rowi bisa diterima hadisnya, yaitu: muslim, baligh, berakal, adil, benar, bisa dipercaya, amanah, tidak suka maksiat, sadar, hafazh (dhabit), tidak dungu, tidak pelupa, tidak berubah akalnya (ikhtilat), tidak sering salah, tidak sering menyalahi orang lain dalam meriwayatkan, dikenal oleh ahli hadis, tidak menerima talqin, tidak suka mempermudah, bukan ahli bid’ah yang menjadikan kekufuran. Untuk mengetahui apakah syarat-syarat tersebut ada pada diri seorang rowi, diantaranya dengan ilmu ta’dil.
Tabi’in:
Orang yang hidup sejaman dan bertemu dengan Sahabat, serta beragama Islam.
Tabi’ut Tabi’in:
Pengikut tabi’in.
Tadlis:
Menyamarkan
Talqin:
Menerima hadis dengan cara diajarkan oleh seseorang untuk menyebutkan nama rowi-rowi yang dia suka dalam sanadnya, padahal rowi itu tidak mendengar riwayat itu dari orang yang disebutkan.
Tadwin:
Pembukuan atau penulisan hadis.
Taqrir:
Hadis yang berisi ketetapan atau tidak berkomentarnya Rasulullah Saw. terhadap apa yang diperbuat oleh Sahabat.
Tashahul:
Mempermudah, maksudnya mempermudah suatu urusan. Dalam hadis, mempermudah suatu riwayat. Orang yang selalu mempermudah suatu urusan sering kali keliru dan salah, maka dari itu jika dalam suatu riwayat ada rowinya yang tasahul, maka riwayatnya di tolak/ lemah.
Tsiqoh:
Dia seorang rowi yang tsiqoh, artinya dia seorang rowi yang dapat dipercaya.

Minggu, 13 November 2011

kergaman gentika


Penelitian terhadap keragaman genetik pada suatu tanaman merupakan salah satu kegiatan penting untuk mendukung pemuliaan tanaman untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap sutu penyakit. Hal ini dapat diawali dengan pemilihan klon yang tahan yang kemudian digunakan sebagai tetua dalam program persilangan. Keragaman genotip plasma nutfah merupakan modal dasar untuk keberhasilan program pemuliaan. Keragaman genotip ini dapat dideteksi melalui beberapa penanda, anatara lain dengan pola pita DNA yang sering disebut sebagai penanda molekuler.
Teknik molekuler bervariasi dalam cara pelaksanaan untuk mendapatkan data. Beberapa teknik telah dikembangkan untuk menetapkan keragaman genetic antar klon dan plasma Nutfah, diantaranya dengan menggunakan isoenzim,RAPD dan AFLP.
Teknik RAPD tidak memerlukan pelacak atau informasi mengenai sekuens DNA yang dilacak. Prosedur sederhana dapat dilakukan secara maksimal untuk contoh dalam jumlah banyak , jumlah DNA yang diperlukan sedikit dan pengerjaannya tidak menggunakan radioaktif. Kelemahan dari RAPD kadang-kadang hasilnya tidak konsisten disebabkan oleh rendahnya akurasi pengulangan hasil amplifikasi. Pada RAPD ini, reaksi amplifiksai DNA nya dilakukan dengan menggunakan Thermo II Thermal Cycler yaitu dengan kondisi PCR adalah satu siklus 3 menit pada suhu 94ºC dan diikuti dengan 45 siklus selama 1 menit. Pada suhu 94ºC(denaturasi),  menit pada suhu 37ºC (annealing), 2 menit pada suhu 27 ºC. setelah amplifikasi , produknya kemudian di fraksinasi dengan elektroforesis 1,4% gel agarosa yang dijalankan pada 5V/cm dengan buffer TAE (40 mM trisasetat, 1 nM EDTA, pH 8.0) selama 3 jam, dan dideteksi mengunakan etidium bromide. Gel yang sudah diwarnai dengan etidium bromide divisualisasikan dengan pencahayaan UV transiluminator dan didookumentasikan dengan foto Polaroid tipe 667.
Pada teknik AFLP lebih banyak membutuhkan tenaga dan lebih mahal daripada analisis RAPD, namun lebih banyak jumlah lokus yang dapat diperoleh dari setiap reaksi. Teknik AFLP didasarkan pada amplifikasi selektif menggunakan  Polymerase Chain Reaction (PCR) terhadap sekumpulan DNA genomik yang sebelumnya dipotong dengan enzim restriksi dan diligasikan dengan adapter berupa oligonukleotida utas ganda.  Primer untuk memulai amplifikasi mengandung sekuen adapter serta sekuen enzim restriksi yang sesuai dan komplemen  dengan fragmen DNA.  Dengan metode  tersebut sejumlah besar fragmen DNA dapat diamplifikasi dan divisualisasikan pada poliakrilamid gel yang sudah didenaturasi  tanpa memerlukan pengetahuan tentang sekuen nukleotida.  Untuk setiap pasangan primer selektif dapat divisualisasikan sekitar  50 – 100 fragmen DNA hasil pemotongan dengan enzim restriksi pada sekuensing gel.  Oleh karena setiap fragmen dianggap mewakili satu karakter tertentu maka sejumlah besar karakter dapat divisualisasikan untuk setiap  pasangan primer.  Teknik AFLP telah banyak digunakan dalam mempelajari marka genetik untuk mendapatkan peta keterpautan atau untuk mengidentifikasi marka molekuler yang terpaut dengan fenotipik tertentu. 
        Penyakit yang sering kali terdapat pada tanaman karet yaitu penyakit gugur daun Corynespora (PDGC) yang disebabkan oleh pathogen Crynespora asiicola . PDGC ini merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan penurunan terhadap produktivitas tanaman karet.  Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Haris dkk (2003) dijelaskan bahwa kemiripan dalam sepuluh klon karet yang berasal dari koleksi Wickham dipelajari dengan menggunakan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) menunjukkan bahwa klon – klon tersebut memiki tingkat resistensi berbeda terhadap Crynespora asiicola. Keterangan ini dapat diamati dari antar kelompok tingkat resistensi terhadap C. cassiicola diketahui  bahwa klon resisten IRR 100 memiliki kemiripan genetik tertinggi 90,5% dengan klon rentan RRIC 103, sedangkan dengan klon rentan lainnya yaitu PPN 2444 dan IAN 873 masing-masing mencapai 89,5% dan 89,0%.  Kemiripan genetik 3 klon resisten  lainnya yakni AVROS 2037, PR 255 dan BPM 1 terhadap 3 klon rentan tersebut sama, yaitu 88,0%.  Sedangkan klon resisten RRIC 100 memiliki kemiripan genetik  85,0% dengan 3 klon rentan RRIC 103, PPN 2444 dan IAN 873.  Di antara 5 klon resisten, klon IRR 100 memiliki kemiripan genetik tertinggi dengan 3 klon rentan yang digunakan.  Namun karena klon IRR 100 merupakan klon yang relatif baru dibandingkan dengan 4 klon resisten lainnya, dan pengujian resistensinya terhadap   C. casiicola relatif masih terbatas di  beberapa  lokasi  saja  sehingga klon  tersebut tidak dipilih untuk digunakan dalam studi ekspresi gen.   Klon resisten dan klon rentan yang akan digunakan dalam penelitian selanjutnya adalah AVROS 2037 dan PPN 2444 dengan pertimbangan bahwa distribusi klon AVROS 2037 telah ditanam cukup luas dan merupakan klon yang dihasilkan melalui persilangan buatan yang dilakukan di Indonesia.  Kedua klon tersebut memiliki kemiripan genetik mencapai 88,0% dengan marka AFLP.  Sedangkan berdasarkan marka RAPD kedua klon yang sama hanya memiliki kemiripan genetik 75% (Nurhaimin Haris  et al., 1998).  Hasil tersebut cukup menjelaskan bahwa penajaman analisis  dapat dilakukan dengan melibatkan karakter  genetik yang lebih banyak.  
            Kesamaan genetic antar beberapa klon yang tergolong dan rentan terhadap penyakit juga dapat di identifikasi dengan kombinasi RAPD dan AFLP. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mathius dkk. (2002) menunjukkan bahwa tipe dendogram gabungan  penggabungan mengikuti dendogram AFLP  . sedangkan berdasarkan analisis UPGMA kombinasi RAPD dan AFLP menunjukkan bahwa fenogram terbagi menjadi dua dengan koefisien kesamaan genetic 65 %. Kelompok satu terdiri atas dua sub kelompok yaitu RRIC 100, dan RRIM 600, GTI, PB260 serta BPM1 yang tergolong resisten dan sub-sub kelompok kedua yang beranggotakan PPN2058, PPN244 yang tergolong rentan.
Dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa keragaman genetic pada suatu tanaman dengan identifikasi pada tingkat molekuler, yaitu DNA dapat di gunakan untuk mengetahui suatu penyakit dari tanaman. Teknik yang digunakan dapat berupa RAPD dan AFLP.