BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Yang pertama latar belakang pembuatan makalah ini adalah kurang mengertinya dari kalangan mahasiswa mengenai pemahaman tentang aliran khawarij. Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan mahasiswa sendiri dapat memahami dan mengerti tentang aliran khawarij serta perkembangannya dan dapat mnyimpulkan tentang aliran ini.
Yang kedua yakni untuk memenuhi tugas mata kuliah teologi islam yang disampaikan oleh bapak Drs. Bashori. Makalah ini adalah salah satu dari beberapa pembahasan dari mata kuliah teologi islam.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian tentang aliran khawarij ?
2. Apa sajakah doktrin-doktrin dalam aliaran khawarij ?
3. Bagaimana perkembangan aliran khawarij dalam islam?
C. TUJUAN
1. Agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang aliran khawarij
2. Agar mahasiswa dapat memahami dan mengerti tentang doktrin-dokrin dalam aliran khawarij.
3. Agar dapat mengetahui tentang perkembangan aliran khawaji dalam islam.
BAB II
Pokok Bahasan
1. Khawarij Pengertian
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul atau memberontak. Ini yang mendasari Syahrastani untuk menyebut kahawarij terhadap orang yang memberontak imam yang sah. Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, kahawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.
Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/ kelompok/ aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam Perang Siffin pada tahun 37H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah. [1] Kelompok khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Muawiyah sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu. Namun, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fundaki At-Tamimi,dan Zaid bin Hussein Ath-Tha’i, dengan sangat terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukannya) untuk menghentikan peperangan.
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam)nya, tetapi orang- orang Khawarij menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat Muawiyah menjadi khalifah pengganti Ali sangat mengecewakan orang- orang khawarij. Mereka membelot dengan mengatakan, “Mengapa kalian berhukum kepada manusia. Tidak ada hukum selain hukum yang ada di sisi Allah. “ Iman Ali menjawab, “Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru. “Pada saat itu juga orang- orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hururiah. Kadang- kadang mereka disebut dengan syurah dan Al-Mariqah.[2]
Dengan arahan Abdullah Al-Kiwa, mereka sampai di Harura. Di Harura, kelompok Khawarij ini melanjutkan perlawanan kepada Muawiyah dan juga kepada Ali. Mereka mengangkat seorang pimpinan yang bernama Abdullah bin Shabab Ar-Rasyibi.
1) Khawarij dan Doktrin- doktrin Pokoknya
Di antara doktrin- doktrin pokok Khawarij adalah berikut ini.
Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam,Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
a. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman,
b. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng,
c. Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng,
d. Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir,
e. Pasukan Perang Jamal yang melawan Ali juga kafir,
f. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan risiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula,
g. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al- Islam (negara Islam)
h. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng,
j wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk ke dalam neraka),
k Ma’ruf nahi munkar,
. l. Ayat- ayat Al-Qur’an yang tampak mutasabihat (samar),
m. Quran adalah makhluk
n. bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
Bila dianalisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum khawarij dapat dikategorikan dalam tiga kategori: politik, teologi, dan sosial. Dari poin a sampai dengan poin g dikategorikan sebagai doktrin politik sebab membicarakan hal- hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya tentang kepala negara (khilafah).
Pengertian politik secara praktis yakni kemahiran bernegara, atau kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalam memperoleh kekuasaan, atau kemahiran mengenai latar belakang, motivasi dan hasrat mengapa manusia ingin memperoleh kekuasaan. Khawarij dapat dikatakan sebagai sebuah partai politik. Politik juga ternyata merupakan dokrin sentral Khawarij yang timbul sebagai reaksi terhadap keberadaan Muawiyah yang secara teoretis tidak pantas memimpin negara, karena ia seorang tulaqa. Kebencian ini bertambah dengan kenyataan bahwa keislaman Muawiyah belum lama.
Doktrin teologi Khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin sentralnya, yaitu doktrin politik. Radikalitas itu sangat dipengaruhi oleh sisi budaya mereka yang juga radikal serta asal- usul mereka yang berasal dari masyarakat badawi dan pengembara padang pasir tandus. Hal itu menyebabkan watak dan pola pikirnya menjadi keras, berani, tidak bergantung pada orang lain, dan bebas. Namun, mereka fanatik dalam menjalankan agama. Sifat fanatik itu biasanya mendorong seseorang berfikir simplisitis; berpengetahuan sederhana; melihat pesan berdasar motivasi pribadi, dan bukan berdasarkan pada data dan konsistensi logis; bersandar lebih banyak pada sumber pesan (wadah) daripada isi pesan; mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumber kelompoknya dan bukan dari sumber kepercayaan orang lain; mempertahankan secara kaku sistem kepercayaannya; dan menolak, mengabaikan, dan mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaannya.
Orang- orang yang mempunyai prinsip Khawarij ini sering menggunakan cara kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Sejarah mencatat bahwa kekerasan pernah memegang peranan penting. Dapat diasumsikan bahwa orang- orang yang keras dalam pelaksanaan ajaran agama, sebagaimana dilakukan kelompok Khawarij, cenderung berwatak tekstualis/ skripturalis sehingga menjadi fundamentalis. [3]
2) Perkembangan Khawarij
Sebagaimana telah dikemukakan, Khawarij telah menjadikan imamah-khilafah (politik) sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya doktrin- doktrin teologis lainnya. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok Khawarij menyebabkan mereka sangat rentan pada perpecahan, baik secara internal kaum Khawarij sendiri, maupun secara eksternal dengan sesama kelompok Islam lainnya. Para pengamat berbeda pendapat tentang jumlah sekte yang berbentuk akibat perpecahan yang terjadi dalam tubuh Khawarij. Al-Bagdadi mengatakan bahwa sekte ini telah terpecah menjadi 18 subsekte. Adapun, Al-Asfarayani, seperti dikutip Bagdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte.
Terlepas dari berapa banyak subsekte pecahan Khawarij, tokoh- tokoh yang disebutkan di atas sepakat bahwa subsekte Khawarij yang besar terdiri dari delapan macam, yaitu
a. Al-Muhakkimah, e. Al-Ajaridah,
b. Al-Azriqah, f. As-Saalabiyah,
c. An-Nadjat, g. Al-Abadiyah,
d. Al-Baihasiyah h. As-Sufriyah.
Semua subsekte itu membicarakan persoalan hukum bagi orang yang berbuat dosa besar, apakah ia masih dianggap mukmin atau telah menjadi kafir. Tampaknya, doktrin teologi ini tetap menjadi primadona dalam pemikiran mereka, sedangkan doktrin- doktrin lain hanya pelengkap saja. Sayangnya, pemikiran subsekte ini lebih bersifat praktis daripada teoritis, sehingga kriteria mukmin atau kafirnya seseorang menjadi tidak jelas. Hal ini menyebabkan dalam kondisi tertentu seseorang dapat disebut mukmin dan pada waktu yang bersamaan disebut sebagai kafir.
Tindakan kelompok Khawarij ini merisaukan hati umat Islam saat itu sebab, dengan cap kafir yang diberikan salah satu subsekte tertentu Khawarij, jiwa seseorang harus melayang, meskipun oleh subsekte lain ia masih dikategorikan mukmin. Bahkan, dikatakan bahwa jiwa seorang Yahudi atau Majusi masih lebih berharga dibandingkan dengan jiwa seorang mukmin. Kendatipun demikian, ada sekte Khawarij yang agak lunak, yaitu sekte Nadjiyat dan Ibadiyah. Keduanya membedakan antara kafir nikmat dan kafir agama. Kafir nikmat hanya melakukan dosa dan tidak berterima kasih kepada Allah. Orang semacam ini, tidak perlu dikucilkan dari masyarakat.
Semua aliran yang bersifat radikal, pada perkembangan lebih lanjut, dikategorikan sebagai aliran Khawarij, selama di dalamnya terdapat indikasi doktrin yang identik dengan aliran ini. Berkenaan dengan persoalan ini Harun Nasution mengidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran Khawarij, yaitu sebagai berikut:
a. Mudah mengafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka walaupun orang itu adalah penganut agama Islam.
b. Islam yang benar adalah Islam yang mereka fahami dan amalkan, sedangkan Islam sebagaimana yang difahami dan diamalkan golongan lain tidak benar.[4]
c. Orang- orang Islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu dibawa kembali ke Islam yang sebenarnya, yaitu Islam seperti yang mereka fahami dan amalkan.
d. Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sefaham dengan mereka adalah sesat, maka mereka memilih iman dari golongan mereka sendiri, yakni imam dalam arti pemuka agama dan pemuka pemerintahan.
e. Mereka bersifat fanatik dalam faham dan tidak segan- segan menggunakan kekerasan dan membunuh untuk mencapai tujuan mereka.
Ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak ekstrimitas dalam memutuskan persoalan- persoalan kalam. Hal ini disamping didukung oleh watak kerasnya akibat kondisi geografis gurun pasir, juga dibangun atas dasar pemahaman tekstual atas nas- nas Al-Qur’an dan Hadis. Tak heran kalau aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status pelaku dosa besar. Mereka memandang bahwa orang- orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin Al-Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir.
Semua pelaku dosa besar (martabb al-kabirah), menurut semua subsekte Khawarij, kecuali najdah, adalah kafir dan akan disiksa di neraka selamanya. Subsekte Khawarij yang sangat ekstrim, Azariqah, menggunakan istilah yang lebih “mengerikan” dari kafir, yaitu musyrik. Mereka memandang musyrik bagi siapa saja yang tidak mau bergabung dengan barisan mereka. Adapun pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status keimanannya menjadi kafir millah (agama), dan itu berarti ia telah keluar dari Islam. Mereka kekal di neraka bersama orang- orang kafir lainnya.
Subsekte Najdah tak jauh berbeda dari Azaqirah. Mereka menganggap musyrik kepada siapapun yang secara berkesinambungan mengerjakan dosa kecil. Akan halnya dengan dosa besar, bila tidak dilakukan secara kontinue, pelakunya tidak dipandang musyrik, tetapi hanya kafir. Namun, jika dilaksanakan terus, ia menjadi musyrik.
Walaupun secara umum subsekte aliran Khawarij sependapat bahwa pelaku dosa besar dianggap kafir, masing- masing berbeda pendapat tentang pelaku dosa besar yang diberi predikat kafir. Menurut subsekte Al-Muhakimat, Ali Muawiyyah, kedua pengantarnya (Amr bin Al-Ash dan Abu musa Al-Asy’ari) dan semua orang yang menyetujui arbitrase adalah bersalah dan menjadi kafir. Hukum kafir ini pun mereka luaskan artinya sehingga termasuk orang yang berbuat dosa besar. Berbuat zina, membunuh sesama manusia tanpa sebab, dan dosa- dosa besar lainnya menyebabkan pelakunya telah keluar dari Islam.
Lain halnya dengan pandangan subsekte Azaqirah. Mereka menganggap kafir, tidak saja kepada orang- orang yang telah melakukan perbuatan hina, seperti membunuh, berzina, dan sebagainya, tetapi juga terhadap semua orang Islam yang tak sefaham dengan mereka. Bahkan, orang Islam yang sefaham dengan mereka, tetapi tidak mau berhijrah ke dalam lingkungan mereka juga dipandang kafir, bahkan musyrik. Dengan kata lain, orang Azaqirah sendiri yang tinggal di luar lingkungan mereka dan tidak mau pindah ke daerah kekuasaan mereka dipandang musyrik.
Pandangan yang berbeda dikemukakan subsekte An- Najdat. Mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar menjadi kafir dan kekal di dalam neraka hanyalah orang Islam yang tidak sefaham dengan dolongannya. Adapun pengikutnya, jika mengerjakan dosa besar tetap mendapatkan siksaan di neraka, tetapi pada akhirnya akan masuk surga juga. Sementara itu, subsekte As- Sufriah membagi dosa besar dalam dua bagian, yaitu dosa yang ada sanksinya didunia, seperti membunuh dan berzina, dan dosa yang tak ada sanksinya di dunia, seperti meninggalkan salat dan puasa. Orang yang berbuat dosa kategori pertama tidak dipandang kafir, sedangkan orang yang melaksanakan dosa kategori kedua dipandang kafir.
3) PERBANDINGAN ANTAR ALIRAN: IMAN DAN KUFUR
Agenda persoalan yang pertama- tama timbul dalam teologi Islam adalah masalah iman dan kufur . Pernyataan teologis itu selanjutnya bergulir menjadi bahan perbincangan dalam setiap diskursus aliran- aliran teologi Islam yang tumbuh kemudian, termasuk Aliran Mur’jiah. Aliran lainnya seperti Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan Maturidiyah turut ambil bagian dalam polemik tersebut. Malah tak jarang di dalam tiap- tiap aliran teologi Islam, seperti yang terlihat dari berbagai literatur ilmu kalam, acapkali lebih dititikberatkan pada satu aspek saja dari dua term, yaitu iman atau kufur. Ini dapat dipAahami sebab kesimpulan tentang konsep iman bila dilihat kebalikannya juga berarti kesimpulan tentang konsep kufur.[5]
Menurut Hasan Hanafi, ada empat istilah kunci yang biasanya dipergunakan oleh para teolog muslim dalam membicarakan konsep iman, yaitu:
1) Marifah bi al-aql, (mengetahui dengan akal).
2) Amal, perbuatan baik atau patuh.
3) Iqrar, pengakuan secara lisan, dan
4) Tashdiq, membenarkan dengan hati, termasuk pula didalamnya marifah bi al- qalb (mengetahui dengan hati).
4. KAUM KHAWARIJ
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, kaum khawarij terdiri atas pengikut-pengikut ‘Ali Ibn Thalib yang meninggalkan barisannya, karena tidak setuju dengan sikap ‘Ali Ibn Thalib dalam menerima arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengkataan tentang khilafah dengan Mu’awiyah Ibn Sobyan. Nama khawarij berasal dari kata kharaja yan berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka, karena mereka keluar dari barisan ‘Ali. Tetepi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa pemberian nama itu didasarkan atas ayat 100 dari Surat Al-Nisa’, yang dalamnya disebutkan: “keluar dari rumah lari kepada Allah dan Rasull-Nya”. Dengan demikian kaum khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah dari kampong halamanya untuk mengabdikan dri kepada Allah dan Rasul-Nya.
Selanjutnya mereka menyebutkan diri mereka syurah, yang berasal dari kata yasyri (menjual),sebagaimana disebutkan dalam ayat 207 dari surat Al-Baqarah: “ada manusia yang menjual dirinyauntuk memperoleh keridlaan Allah”. Maksudnya, mereka adalah orang yang sedia mengorbankan diri untuk Allah. Nama lain yang diberikan kepada mereka ialah Haruriah, dari kata Harura, satu desa yang didekat kota kufah, di Irak. Ditempat inilah mereka, yang pada waktu itu berjumlah dua belas ribu orang, berkumpul setelah memisahkan diri dari ‘Ali. Disini mereka memilih ‘Abdullah Ibn abi Wahb Al-Rasidi menjadi imam mereka sebagai ganti dari ‘Ali Abi Thalib. Dalam pertermpuran dengan kekuatan ‘Ali mereka mengalami kekalahan besar, tetapi akhirnya seorang khariji bernama ‘Abd al-Rahman Ibn Muljam dapat membunuh ‘Ali.
Sesungguhnya telah mengalami kekalahan, kaum khawarij menyusun barisan kembali dan meneruskan perlawanan terhadap kekuatan islam resmi baik di zaman dinasti Bani Umayyah maupun di zaman dinasti Bani Abbas. Pemegang-pemegang kekuasaan yang pada waktu itu mera anggap telah menyelewengkan dari islam dan oleh karena itu mesti ditentang dan dijatuhkan.
Dalam lapangan ketatanegaraan mereka memang mempunyai faham yang berlawanan dengan faham yang ada diwaktu itu. Mereka lebih bersifat demokratis, karena menurut mereka khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam. Yang berhak menjadi khalifah bukanlah anggota suku bangsa Quraisy saja, bahkan bukan orang arab, tetapi siapa saja yang sanggup asal orang islam, sekalipun dia hamba sahaya yang berasal dari Afrika. Khalifah yang terpilih akan terus memegang jabatan selama ia bersikap adil dan menjalankan syari’at islam. Tetapi kalau ia menyeleweng dariu ajaran-ajaran islam, ia wajib dijatuhkan atau dibunuh.
Dalam hubungan ini, khalifah atau pemerintah Abu Bakar dan Umar Ibn A-Khatab secara keseluruhan dapat mereka terima. Bahwa kedu khalifah ini diangkat dan bahwa keduanya tidak menyeleweng dari ajaran-ajaran islam, mereka akui. Tetapi Usman Ibn Affan mereka anggap telah menyelewengkan mulai dari tahun ketujuh dari masa khalifahnya, dan ‘Ali juga mereka pandang menyeleweng sesudah peristiwa arbitrase tersebut diatas.
Sejak waktu itulah Usman Ali menjadi kafir , demikian pula dengan mu’awiyah, Amr Ibn al- ‘As, Abu Musa al- Asy’ari serta semua orang yang mereka anggap telah melanggar ajaraj-ajaran islam.Disinilah kaum khawarij memasuki persoalan kufr: siapakah yang disebut kafir dan keluar dari islam? Siapa yang disebut mu’min dan demikian tidak keluar dari, tetapi tetap dalam, islam? Persoalan-persoalan serupa ini bukan lagi merupakan persoalan politik, tetapi persoalan teologi. Pendapat tentang siapa yang telah keluar dari islam dan menjadi kafir serta soal-soal yang bersangkut-paut dengan hal initidak selamanya sama, sehingga timbullah berbagai golongan dalam kalangan khawarij.
Menurut al-Syhrastani, mereka terpecah menjadi delapan belas subsekte dan menurut al-Baghdadi dua belas subsekte. A-Asy’ari menyebutkan subsekte-subsekte yang jumblahnya lebih besar lagi.
Kaum khawarij pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab badawi. Hidup dipadang pasir yang seba tandus bersifat sederhana dalam hidup dan pemikiran, tetapi keras hati serta berani, sertya bersifat merdeka, tidak bergantung kepada orang lain. Perubahan agama tidak membawa perubahan dalam sifat ke-Badawian mereka. Mereka tetapi bersifat bengis, suka kekerasan dan gentar mati. Sebagai orang badawi mereka tetap jauh dari ilmu pengetahuan. Ajaran-ajaran islam, sebagai terdapat dalam A-Qur’an dan Hadis, mereka artikan menurut lafadznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karena itu iman dan faham mereka merupakan iman dan faham orang sederhana dalam pemikiran lagi sempit akal serta fanatic. Iman yang tebal, tetapi sempit, ditambah lagi dengan sofat yang fanatik ini membuat mereka tidak bias mentoleri penyimpangan terhadap ajaran islammenurut faham mereka, walaupun hanya menyimpang dalam bentuk kecil.
Disinilah letak penjelasannya, bagaimana mudahnya kaum khawarij terpecah belah menjadi golongan-golongankecil serta dapat pula dimengerti tentang sikap mereka yang terus-menerus mengadakan perlawanan terhadap penguasa=penguasa islam dan umat islam yang ada di zaman mereka.
Al-Muhakkimah
Golongan khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut ‘Ali disebut golongan Al-Muhakkimah. Bagi mereka, ‘Ali, Mu’awiyah, kedua pengantara ‘Amr Ibn al-‘Asy’ari dan semua orang yang menyetujui arbitrase bersalah dan menjadi kafir. Selanjutnya hokum kafir ini mereka luaskan artinya sehingga termasuk ke dalamnya tiap orang yang berbuat dosa besar.
Berbuat zina dipandang sebagai salah satu dosa besar, maka menurut paham golongan ini orang yang mengerjakan zinah telah menjadi kafir dan keluar dari islam. Begitu pula membunuh sesame manusia tanpa sebab yang sah adalah dosa besar. Maka perbuatan membunuh manusia menjadikan si pembunuh keluar dari islam dan menjadi kafir. Demikianlah seterusnya dengan dosa-dosa besar lainnya.
Al- Azariqah
Golongan yang dapat menyusun barisan baru dan besar lagi kuat sesudah golongan al-Muhakkimah hancur adalah golongan Azariqah. Nama ini diambil dari Nafi’ Ibn al-Azraq. Pengikutnya, menurut al-Baghdadi, berjumlah lebih dari 20 ribu orang. Khalifah pertama yang mereka pilih ialah Nafi’ sendiri dan kepadanya mereka gelar Amir al-Mu’minin. Nafi’ mati dalam pertempuran di irak pada tahu8n 686 M.
Subsekte inbi sikapnya lebih radikal dari al-Muhakkimah mereka tidak lagi memakai term kafir, tetapi term musyrik atau polytheist. Dan didalam islam syirk atau polytheisme merupakan dosa yang terbesar, lebih besar dari kafir.
Selanjutnya yang dipandang musyrik ialah semua oranfg islam yang sepaham dengan mereka. Bahkan orang islam yang tak sepaham dengan al-Azariqah, tetapi tidak mau berhijrah kedalam lingkungan mereka juga dipandang musyrik. Dengan lain perkataan, orang al-Azariqah sendiri, yang tinggal diluar lingkungan mereka dan tidak mau pindah ke daerah kekuasaan mereka, juga di pandang musyrik. Dan barabg siapa yang dating ke daerah mereka dan mengaku pengukutnya al-Azaruqahtidaklah diterima begitu saja, tetapi harus di uji. Ke[padanya diserahkan seorang tawanan. Kalau tawanan ini ia bunuh, maka ia terima dengan baik, tetapi kalau tawanan itu tidak dibunuhnya, maka kepalanya sendiri yang mereka penggal.
Sikap yang tidak mau mencabut nyawa tawanan itu, memberi kenyakinan kepada mereka bahwa ia bedustadan sebenarnya bukan penganut paham al-azariqah. Lebih lanjut lagi bukan hanya orang islamyang tak sepaham dengan mereka, bahkan anak istri orang-orang yang demikian pun boleh ditawan dan dijadikan budak atau dibunuh. Memang dalam anggapan mereka, hanya daerak merkalah yang merupakan dar al-Islam, sedangkan daerh islam yang lainnya adalah dar al-kufr, yang wajib diperangi. Dan yang mereka pandang musyrik, bukan hanya orang-orang dewasa, tetapi juga anak-anak yang dipandang musyrik.
Menurut paham subsekte yang ekstrim ini hanya merekalah yang sebenarnya orang islam. Orang yang diluar lingkingan mereka adalah kaum musyrik yang harus diperangi. Oleh karena itu kaim azariqah, sebagai di sebut Ibn A-Hazm, selalu mengadakan isti’raf yaitu bertanya tentang pendapat atau keyakinanseseorang. Siapa saja mereka jumpai dan mengaku orang islam yang tak termasuk dalam golongan
Al-Najdat
Nadja ibn ‘Amir al-Hanafi dari yamamah dan pengikut-pengikurnya pada mulanya ingin menggabungkan diri dengan golongan al-Zariqah. Tetapi dalam golongan yang tersebut akhir ini timul perpecahan. Sebagian daripengikut-pengikut Nafi’ Ibnu al-Hanafi, tidak dapat menyetujui paham bahwa orang Azraqi yang tidak mau berhijreah kelingkungan al-Azaariqah adalh musryk. Demikian pula mereka tak setuju tentang pendapat tentang boleh dan halalnya dibunuh anak istri orang-orang islamyang tak sepaham dengan mereka.
Abu Fudaik dengan teman-teman serta pengikutnya memisahkan diri dari Nafi’, sehingga najdah membatalkan rencananya untuk hijrah ke daerah kekuasaan Al-azariqah. pengikut Abu Fundaik dan pengikut Nadjah bersatu dan memilih nadjah sebagai imam baru.
Dalam lapangan politik Najdah berpendapat bahwa adanya imam itu perlu, hanya dan yaitu jika maslahat menghendaki demikian. Dalam golongan khawarij, golongan inilah yang kelihatannya pertama membawa paham taqiah, yaitu merahasiakandan tidak menyatakan kenyakinan untuk kenyakinan seseorang. Taqiqah, menurut pendapat mereka, buku hanya dalam ucapan, tetapi juga dalam bentuk perbuataan.
Perpecahan di kalangan mereka kelihatannya ditimbulkan dari pembagian ghanimah (barang rampasan perang) dan sikap lunak yang diambil Nadjah terhadap khalifah ‘Abd al-Maliki Ibn Marwan dari dinasti Bani Umayyah. Perpecahan ini Abu Fuadaik, Rasyid al-Tawil, dan ‘Atiah al-Hanafi memisahkan diri dari Nadjah. ‘Atiah mengasingkan diri ke sajistan di iran, sedangkan Abu Fudaik dan Rasyad mengadakan perlawanan terhadap nadjah. Akhirnya Nadjah dapat mereka tangkap dan penggal lehernya.
Al-Ajaridah
Kaum AL-Ajaridah bersifat lebih lunak karena menurut paham mereka berhijrah bukanlah kewajiban sebagai diajarkan oleh Nafi’ Ibn al-Azraq dan Nadjah tetapi hanya merupakan kewajiban. Dengan demikian kaum ‘Ajaridah boleh tinggal diluar daerah kekuasaan mereka dan tidak di anggap menjadi kafir.
Selanjutnya kaum Al-Ajaridah ini mempunyai faham purotanisme. Surat yusuf dalam Al-Qur’an membawa cerita cinta dan Al-Qur’an sebagai kitab suci, kata mereka, tidak mungkin mengandung cerita cinta. Oleh karena itu meeka tidak mengakui surat Yusuf sebagaian dari Al-Qur’an.
Al-Sufriah
Pemimpin golongan ini ialah ziad ibn al-Asfar dalam faham mereka dekat sama golongan al-Azariqah dan juga merupakan golongan yang ekstrim.Hal-hal mereka yang membuat kurng ekstrim dari yang lain adalah pendapat-pendapat berikut:
1. Orang Sufriah yang tidak berhijrah tidak dipandang kafif.
- Mereka tidak berpendapat bahwa anak-anak kaum musyrif boleh didunuh
- Selanjutnya tidak semua mereka berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar menjadi musyrik.
- Daerah golongan islam yang tak sepaham dengan mereka bukan dar hard yaitu daerah yang harus diperangi: yang di peranagi hanyalah dan ma’askar atau camp pemerintah sedang anak-anak perempuan tak boleh dijadikan tawanan.
- kufr dibagi menjadi dua: kufr bin ingkar al-ni’mah yaitu mengingkari ragmat Tuhan dan kufr bi ingkar al-rububiah yaitu mengingkari Tuhan.
Al-Ibadah
golongan ini membawa golongan yang paling moderat dari seluruh golongan khawarij. Namanya diambil dari ‘abdullah ibn abad yang pada tahun 686 M, memisahkan diri dari golongan al-Azariqah. Ajaranmoderat mereka dapat dilihat dari ajaran-ajaran berikut:
1. Orang islam yang tak sepaham dengan mereka bukanlah mu’min dan bukan musyrik, tetapi kafir.
- daerah orang islam yang tak sepaham dengan mereka, kecuali camp pemerintah merupakan dar tawhid, daerah yang meng-Esa_kan Tuhan, dan tidak boleh diperangi.
- Orang yang berbuat dosa besar adalah muwahhidyang meng-Esa-kan Tuhan, tetapi bukan mu,min dan bukan kafir al-millah yaitu kafir agama.
- Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda dan senjata. Emas dan perak harus dikembalikan kepada orang empunya.
BAB III
Analisis dan diskusi
Yang dimaksud aliran khawarij adalah suatu sekte/ kelompok/ aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam Perang Siffin.
Bila di analisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum khawarij dapat dikategorikan dalam tiga kategori: politik, teologi, dan sosial. Dari poin a sampai dengan poin g dikategorikan sebagai doktrin politik sebab membicarakan hal- hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya tentang kepala negara (khilafah).
Perkembangan aliran Khawarij telah menjadikan imamah-khilafah (politik) sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya doktrin- doktrin teologis lainnya. Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok Khawarij menyebabkan mereka sangat rentan pada perpecahan, baik secara internal kaum Khawarij sendiri, maupun secara eksternal dengan sesama kelompok Islam lainnya. Para pengamat berbeda pendapat tentang jumlah sekte yang berbentuk akibat perpecahan yang terjadi dalam tubuh Khawarij. Al-Bagdadi mengatakan bahwa sekte ini telah terpecah menjadi 18 subsekte.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, kaum khawarij terdiri atas pengikut-pengikut ‘Ali Ibn Thalib yang meninggalkan barisannya, karena tidak setuju dengan sikap ‘Ali Ibn Thalib dalam menerima arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengkataan tentang khilafah dengan Mu’awiyah Ibn Sobyan dan aliran ini terpecah menjadi golongan-golongan kecil yaitu : golongan Al-Muhakkimah, Al- Azariqah, Al-Najdat, Al-Ajaridah, Al-Sufriah.
Agenda persoalan yang pertama- tama timbul dalam teologi Islam adalah masalah iman dan kufur . Pernyataan teologis itu selanjutnya bergulir menjadi bahan perbincangan dalam setiap diskursus aliran- aliran teologi Islam yang tumbuh kemudian, termasuk Aliran Mur’jiah. Aliran lainnya seperti Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan Maturidiyah turut ambil bagian dalam polemik tersebut. Malah tak jarang di dalam tiap- tiap aliran teologi Islam, seperti yang terlihat dari berbagai literatur ilmu kalam, acapkali lebih dititikberatkan pada satu aspek saja dari dua term, yaitu iman atau kufur. Ini dapat dipAahami sebab kesimpulan tentang konsep iman bila dilihat kebalikannya juga berarti kesimpulan tentang konsep kufur.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penjelasan diatas adalah, aliran khawarij adalah aliran yang keluar dari kekhalifahan Ali karena meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam Perang Siffin, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan tentang persengketaan khilafah. Dan doktrin aliran ini sangat keras diantaranya adalah Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan risiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula kalu menurut kami seorang muslim apabila melakukan dosa besar masih tetap dianggap muslim apabila ia mau mengakui kesalahan kesalahan yang dilakukanya dengan bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha yakni taubat yang sebenar-benarnya taubat dan dalam ilmu fiqih seorang yang mengatakan seorang muslim lain kafir sebenarnya dia sendiri yang kafir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar