Secara etimologi, kata syahid merupakan bentuk isim fa’il yang diderivasi dari fi’il madhi syahida. Sedangkan arti dari syahid dalam kamus berbahasa arab adalah orang yang menginformasikan apa yang disaksikannya (saksi), atau juga bisa mempunyai arti lisan. Dalam kamus Lisan al-Arab dijelaskan bahwa Syahid juga mempunyai arti orang alim yang menjelaskan apa yang diketahuinya, disamping itu, juga mempunyai arti orang yang hadir.
Sedangkan pengertian secara terminologi, banyak ulama yang mendefinisikannya, di antaranya:
المشارك في اللفظ أو المعنى مع عدم الاتحاد في الصحابي
الحديث الذي يشارك فيه رواته رواة الحديث الفرد لفظا ومعنى أو معنى فقط مع الاختلاف في الصحابي
ما وافق راو راويه عن صحابي آخر بمتن يشبهه في اللفظ والمعنى جميعا او في المعنى فقط
Dari definisi-definisi yang diberikan oleh para ulama hadis di atas, dapat disimpulkan, bahwa ternyata, definisi tersebut mempunyai arti yang sama, hanya berbeda dalam hal redaksinya saja. Jadi, definisi hadis al-Syahid adalah hadis yang matannya ada kesamaan secara lafal atau makna dengan hadis lain (hadis gharib) dan sanad sahabat dari kedua hadis tersebut berbeda.
Dari pengertian atau definisi Hadis Syahid di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa Hadis al-Syahid ini terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Al-Syahid al-Lafdzi
Hadis al-Syahid al-Lafdzi adalah hadis yang menguatkan matan hadis lain secara lafal , contohnya:
أخبرنا مالك عن عبد الله بن دينار عن ابن عمر أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال " الشهر تسع وعشرون لا تصوموا حتى تروا الهلال ولا تفطروا حتى تروه فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين (رواه الشافعي في الأم)
Hadis ini, menurut sebagian ulama hadis dikelompokkan ke dalam hadis gharib, karena Malikiyah sendiri meriwayatkan hadis tersebut dengan menggunakan lafal "فإن غم عليكم فاقدروا له ". Namun setelah melakukan penelitian, ternyata hadis tersebut banyak ditemukan pula dengan menggunakan sanad lain seperti hadis berikut:
أخبرنا محمد بن عبد الله بن يزيد قال حدثنا سفيان عن عمرو بن دينار عن محمد بن حنين عن بن عباس قال عجبت ممن يتقدم الشهر وقد قال رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا رأيتم الهلال فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين (رواه النسائي)
Yang menjadi titik tekan dalam contoh ini adalah lafal فإن غم عليكم فأكملوا العدة ثلاثين, karena lafal tersebut termuat juga dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm, sehingga hadis yang kedua ini disebut dengan hadis al-Syahid al-Lafdzi.
2. Al-Syahid al-Maknawi
Hadis al-Syahid al-Maknawi adalah hadis yang menguatkan matan hadis lain dalam maknanya, Contohnya:
حدثنا آدم حدثنا شعبة حدثنا محمد بن زياد قال سمعت أبا هريرة رضي الله عنه يقول : قال النبي صلى الله عليه و سلم أو قال قال أبو القاسم صلى الله عليه و سلم ( صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين ) (رواه البخاري).
Matan hadis ini, menguatkan matan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i di atas, dari segi maknanya, karena kedua matan hadis tersebut mempunyai pengertian yang sama, sehingga hadis ini disebut dengan hadis al-Syahid al-Maknawi.
B. Al-Tabi’
Kata Tabi’ dalam kajian ilmu bahasa, juga merupakan bentuk isim fa’il yang diderivasi dari fi’il madhi taba’a. Kata Tabi’ ini secara bahasa mempunyai arti pengikut, pembantu dan golongan jin laki-laki. Dan dalam istilah lain, kata Tabi’ ini juga dikenal dengan sebutan Mutabi’ dan Mutaba’ah.
Sedangkan secara terminologi, para ulama juga mendefinisikannya dengan berbagai redaksi, di antaranya adalah:
الحديث الذي يشارك فيه رواته رواة الحديث الفرد لفظا ومعنى أو معنى فقط مع الاتحاد في الصحابي
ما شارك حديثا آخر في اللفظ او المعنى مع الاتحاد في الصحابي
ما وافق راويه راو آخر ممن يصلح أن يخرج حديثه فرواه عن شيخه أو من فوقه بلفظ مقارب
Dari beberapa definisi para ulama tersebut dapat disimpulkan bahwa hadis al-Tabi’ adalah hadis yang matannya ada kesamaan secara lafal atau makna dengan dengan hadis lain (hadis gharib) dan sanad sahabat dari kedua hadis tersebut sama.
Hadis tabi’ ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Tabi’ Tam
Tabi’ Tam adalah hadis yang ada kesamaan dengan hadis lain dari segi sanad mulai dari awal sampai akhir sanadnya dan matannya pun ada kesamaan dengan matan hadis tersebut, baik secara lafal maupun secara makna. Contohnya:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلَاثِينَ (رواه البخاري)
Sanad hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari ini ternyata mempunyai kesamaan dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Syafi’i mulai dari awal sanad sampai akhir sanadnya. Oleh karena itu, hadis ini disebut dengan hadis al-Tabi’ Tam.
2. Tabi’ Qashir
Tabi’ Qashir adalah hadis yang ada kesamaan dengan hadis lain dari sisi sanadnya namun hanya sanad sahabatnya saja, dan matannya pun ada kesamaan secara lafal atau makna dengan matan hadis tersebut, contohnya:
حدثنا ابن نمير حدثنا أبي حدثنا عبيدالله بهذا الإسناد وقال فإن غم عليكم فاقدروا ثلاثين نحو حديث أبي أسامة (رواه مسلم)
Sanad sahabat dari hadis ini, sama dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i di atas, yaitu Ibn Umar. Namun dari awal sanadnya tidak ada kesamaan. Karena itu hadis ini disebut dengan hadis al-Tabi’ Qashir.
C. Peranan al-Syahid Dalam Analisis Kuantitas Sanad
Syahid sangat diperlukan dalam proses penelitian hadis, untuk menguatkan posisi suatu hadis dalam segi kuantitasnya. Sebuah hadis yang pada mulanya gharib (hanya diriwayatkan oleh seorang rawi) dapat naik tingkatannya menjadi hadis 'aziz, hadis masyhur atau bahkan hadis mutawatir bila ada syahid.
Contohnya seperti hadis yang diriwayatkan oleh Al-Syafi’i di atas. Pada mulanya Imam Syafi'i dianggap sendirian di dalam meriwayatkan hadis tersebut. Oleh karena itu, hadits tersebut dikatakan ghorib. Akan tetapi, kemudian ditemukan hadits yang diriwayatkan oleh al-Nasa'i dari Muhammad Ibnu Hunain dari Ibnu Abbas, maka keghoriban hadis tersebut secara otomatis menjadi hilang.
D. Peranan al-Tabi’ Dalam Analisis Kualitas Sanad
Sedangkan posisi Hadis Tabi’ dalam sebuah hadis sangat berpengaruh pada kualitas hadis itu sendiri. Karena ketika ada sebuah hadits yang dinilai dari segi sanad memiliki kekurangan, maka akan menyebabkan hadis tersebut tidak bisa mencapai derajat shahih atau hasan. Akan tetapi, ketika ditemukan hadis yang sama dari jalur lain, maka posisi hadis yang pertama bisa kuat dan bisa naik menjadi hadis sahih li ghairihi (apabila pertamanya ia hasan li dzatihi) berkat dukungan dari sanad lain tersebut. Hal ini karena substansi matannya dijustifikasi oleh faktor eksternal. Dan kekurangan pada salah satu perawi dapat dihilangkan dengan adanya bukti berupa hadis yang sama dan diriwayatkan dengan jalur yang berbeda.
Contoh kasusnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Syafi’i di atas. Hadis ini dinilai gharib karena diduga hanya diriwayatkan oleh Syafi’i dari Malik. Akan tetapi ditemukan hadits lain yang sama yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Maslamah al-Qa’nabi dengan sanad yang sama. Sehingga, seandainya hadis Imam Syafi’i tersebut hasan, maka dapat naik tingkatan menjadi sahih li ghairihi. Dan kalaupun hadits tersebut dla’if, maka dapat terangkat menjadi hasan li ghairihi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar