Kamis, 06 Januari 2011

jaringan islam liberal

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam liberal merupakan suatu pemikiran baru yang diakitkan dengan modernisme dan dikenal dengan suatu yang menyeleweng dari ajaran islam yang sesungguhnya. Modernitas islam ini sesungguhnya merupakan suatu pengapdosian terhadap semangat pembahuruan dan reformasi yang dimiliki oleh kaum barat.

Modernism di barat ini dinilai mempunyai karakteristik yang berbeda jauh dengan falsafah islam. Namun para pembaharu awal seperti al-Tahtawi, al-Tunisi, dan al-Kawakibi
menyadari betul kondisi kaum Muslim yang terbelakang. Hal ini karena berada dalam keterbelakangan peradaban serta, mereka juga dalam penjajahan bangsa lain.

Karakteristik barat sangat menitik beratkan pada rasionalisme dan kemanusiaan. Para ahli falsafah seperti Immanuel Kant, David Hunt, Nietzsche telah memberikan penekanan terhadap rasionalisme dan kebebasan (liberalisme) atau pembebasan manusia daripada tradisi dan dogma. Gerakan ini semakin kuat dengan munculnya falsafah eksistensialisme oleh Sartre dan logical positivism oleh kelompok yang dikenali dengan Vienna Circle.2

Islam liberal banyak di banyak diprakarsai anak muda, usia 20-35-an tahun. Mereka umumnya para mahasiswa, kolomnis, peneliti, atau jurnalis. Tujuan utamanya: menyebarkan gagasan Islam liberal seluas-luasnya. “Untuk itu kami memilih bentuk jaringan, bukan organisasi kemasyarakatan, maupun partai politik,”

Islam liberal ini dianggap memiliki pemikiran yang menyeleweng karena menambahkannya dengan suatu kebebasan yang sebenarnya di dalam islam semuanya sudah di atur. Mereka juga mempunyai pemahan yang berbeda mengenai kandungan Al-Qur’an dan kebenarannya, eksistensi dan keabsolutan Tuhan, hukum Tuhan, diferensiasi makna ayat al-qur’an, syariat islam dan Muhammad sebagai rasul Allah. Sehingga dari pemikiran-pemikiran yang berbeda ini berdampak pada kehidupan kaum muslimin.

2.1 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Bagaimana sejarah dan perkembangan munculnya ajaran Islam Liberal?
2. Bagaimana pemikiran Islam Liberal?
3. Bagmana dampak pemikiran Islam Liberal terhadap kaum muslimin?


1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan munculnya islam liberal.
2. Untuk mengetahui pemikiran islam liberal.
3. Untuk mengetahui dampak islam liberl terhadap kaum muslimin.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah dan Perkembangan Munculnya Ajaran Islam Liberal.
Sesungguhnya kemunculan islam liberal ini disebabkan akibat penjajahan yang lebih dari 400 tahun terhadap umat islam. Modernitas islam ini merupakan suatu pengapdosian terhadap semangat pembahuruan dan reformasi yang dimiliki oleh kaum barat.
Islam liberal ini muncul ketika Napoleon Bonaparte menginjakkan kaki di Mesir pada tahun 1978. kedatangan Bonaparte di Mesir merupakan tonggak penting bagi kaum Muslim. Bagi kaum muslim, hal ini sangat membuka wacana baru bahwa tentara eropa yang mampu menklukkan mereka dapat membuka mereka dan mennumbuhkan semangat baru.
Kesadaran diri kaum muslim secara logika bahwa modernism kaum barat telah memberikan pencerahan. Kemajuan teknologi dan industri yang mampu mengubah kaum barat menjadi Negara yang maju dan pemimpin dunia menjadi landasan bagi kaum muslim untuk lebih bersikap terbuka terhadap peradaban barat untuk menguasai sains dan teknologi.
Modernism di barat ini dinilai mempunyai karakteristik yang berbeda jauh dengan falsafah islam. Namun para pembaharu awal seperti al-Tahtawi, al-Tunisi, dan al-Kawakibi
menyadari betul kondisi kaum Muslim yang terbelakang. Hal ini karena berada dalam keterbelakangan peradaban serta, mereka juga dalam penjajahan bangsa lain.
Karakteristik barat sangat menitik beratkan pada rasionalisme dan kemanusiaan. Para ahli falsafah seperti Immanuel Kant, David Hunt, Nietzsche telah memberikan penekanan terhadap rasionalisme dan kebebasan (liberalisme) atau pembebasan manusia daripada tradisi dan dogma. Gerakan ini semakin kuat dengan munculnya falsafah eksistensialisme oleh Sartre dan logical positivism oleh kelompok yang dikenali dengan Vienna Circle.
Para kaum liberal berpandangan bahwa kebebasan merupakan kunci kebahagiaan, tidak hanya secara individu saja tetapi juga bangsa. Menurut Tahtawi yang merupakan pembaharu islam pada abad ke 19 melihat kebebasan individu merupakan langkah awal untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesuksesan yang lebih besar. Kebasan tersebut adalah kebebasan politik, yaitu suatu keadaan dimana individu bisa berfikir secara bebas dan berbuat secara bebas tanpa tekanan atau larangan penguasa dan yang dimaksud penguasa disini adalah penguasa kepala Negara, raja atau sultan.
Islam liberal ini banyak diprakarsai oleh para anak muda, usia 20-35-an tahun. yang pada umunya adalah para mahasiswa, kolomnis, peneliti, atau jurnalis. Tujuan utamanya: menyebarkan gagasan Islam liberal seluas-luasnya. Kaum liberal mengatakan, “Untuk itu kami memilih bentuk jaringan, bukan organisasi kemasyarakatan, maupun partai politik,”
Jaringan islam liberal ini didirikan di Jakarta. Organisasi ini merupakan organisasi yang melengkapi organisasi serupa yang terdahulu seperti Rahima, Lakpesdam, Puan Amal Hayati, perhimpunan pengembangan pesantrendan masyarakat, dan lembaga kajian agama dan jender. Jaringan islam liberal ini diniatkan sebagai wadah organisasi islam liberal yang ada di Indonesia, karena itu gerakan intidak memakai lembaga, tetapi jaringan.
JIL tak hanya terang-terangan menetapkan musuh pemikirannya, tetapi juga lugas mengungkapkan ide-ide “gila”-nya. Gaya kampanyenya menggebrak, menyalak-nyalak, dan provokatif. Dalam perkembangannya JIL ini mnyediakan berbagai fasilitas untuk menyebar luaskan pemikirannya melalui Koran, radio, buku, booklet dan website. Selain itu JIL juga menyiarkan wawancara langsung dan diskusi interktif dengan para kontributornya melalui radio yang mengkaji tentang jihad, penerapan syariat islam, tafsir, keadilan gender serta jilbab. Hal ini berujung pada tesis bahwa islam selaras dengan demokrasi.

2.2 Pemahaman Islam Liberal
Islam liberal memiliki pemikiran yang berkaitan dengan modernism yaitu dikaitkan dengan pemikiran yang logika sehingga mempunyai pemahan yang berbeda mengenai kandungan Al-Qur’an dan kebenarannya, eksistensi dan keabsolutan Tuhan, hukum Tuhan, diferensiasi makna ayat al-qur’an, syariat islam dan Muhammad sebagai rasul Allah.

a. Alqur’an dan Kebenarannya
Alqur’an sebagai kalam Allah merupakan kumpulan kebenaran dalam islam yang dipakai sebagai acuan untuk menerapakan hukum Tuhan sebagai kebenaran yang mutlak. Karena itu kehendak untuk melakukan penyamarataan makna ayat dalam al-qur’an dengan teks-teks yang lainnya sesungguhnya akan menimbulkan pandangan relativitas kebenaran agama bahwa islam bukan satu-satunya agama yang benar. Sikap ini justru akan menimbulkan masalah, yakni :
- Pertama, kandungan agama selalu terbuka untuk diinterpretasikan dan memang perlu di tafsirkan. Namun dalam penginterpretasian al-qur’an, manusia dipengaruhi oleh suatu ide-ide yang muncul dari individu sehingga penafsiran kandungannya hanya berkaitan dengan plurakisme internal bukan eksternal.
- Kedua, persepsi dan penafsiran makna al-qur’an dan kebenarannya sesungguhnya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor kultural, lingkungan dan tingkat kepentingan. Sedangakan ilmu pengetahuan tidak menghapus kaidah “haq” dan “bathil” atau yang “benar” dan yang “salah” dari pemikiran manusia.
- Ketiga, al-qur’an memang perlu penafsiran tapi hal itu bukan berarti al-qur’an bisu total. Ali bin abi thalib R.A memandang al-qur’an bisu sekaligus al-qur’an berbicara. Al-qur’an bisu jika dilihat dari sisi bahwa ia tidak bias mengucapkan kata-kata. Al-qur’an berbicara dari sisi bahwa orang-orang yang berniat mengutarakan sesuatu dari pernyataan al-qur’an , bergantung kepada al-qur’an itu sendiri membuktikan kebenaran kata-kata mereka. Ali R.A mencontohkan dalam penolakannya terhadap kaun khawarij dalam masalah hukum dimana mereka beranggapan, bahwa nasib umat islam telah dipasrahkan kepada individu. Ia dengan tegas mengatakan :”Kami tidak menjadikan individu sebagai hakim, tetapi al-qur’anlah yang kami jadikan sebagai hakim”
- Keempat, perkembangan pengetahuan manusia ke arah yang sempurna, namun bukan berarti bhawa pengetahuan sebelumnya salah kemudian bergeser dengan pemahaman baru. Akan tetapi pengetahuan lama selalu berkaitan dengan pengetahuan yang baru.

b. Eksistensi dan Keabsolutan Tuhan.
Para pemikir liberal berpendapat bahwa bersikap ragu akan keabsolutan Tuhan adala hal yang wajar dan tidak perlu dianggap serius. Sedangkan para salaf shalih berparadigma bahwa bahayanya menyinggung keabsolutan Tuhan tanpa mempunyai basis filosofis yang jelas. Pemikir liberal mengatakan, “jika ada pemaksaan nilai-nilai kultur suatu bangsa dengan keharusan berpakaian khas Arab yang berjubah dan surban untuk menggantikan blangkon atas nama Tuhan , maka kami akan mengadakan kudeta teologis dan menggantinya dengan Tuhan baru”.
Sikap pengkudetaan akan Tuhan ini seakan-akan menemukan titik kebenaran dalam hadist “Barang siapa tidak rela dengan ketentuan Ku dan tidak menerima atas cobaan Ku dan tidak menerima atas pemberian Ku dan tidak bersyukur atas nikmat Ku silhkan mencari Tuhan selain Aku”.(Al-Hadith). Namun bagi hamba-hamba Nya lah yang hanya mendapat anugerah dan rahmat Nya.
Abu Bakar as Sidiq R.A pernah ditanya, “bagaimana engkau mengenal Tuhanmu?”. Ia menjawab, “aku mengenal Tuhan melalui Tuhanku. Seandainya Dia tidak ada, aku tidak mengenal Nya”. “bagaimana anda mengenal Nya?”. Ia menjawab, “ketidakmampuan mengenal Nya adalah pengenalan“.10 Atau sebagaimana jawaban Al-Gazhali terhadap pertanyaan “apakah puncak pengetahuan orang-orang arif tentang Allah?”. Maka ia menjawab, “puncak pengetahuan orang-orang arif adalah ketidakmampuan mengenal Nya”.

c. Hukum Tuhan
Seperti halnya penyangkalan terhadap eksistensi dan keabsolutan Tuhan, kaum liberal pun juga tidak percaya adanya hukum Tuhan. Hukum Tuhan yang dimaksud adalah al-qur’an. menurut mereka,al-qur’an tidak ada bedanya dengan hadist dan teks-teks lain seperti buku-buku ilmu pengetahuan karena menurut mereka, al-qur’n mempunyai kesamaan dalam hal berwujud bahasa dan tersusun dalam teks yang dialogis dan dialektis dengan realitas yang sama-sama berpotensi mengandung penilaian-penilaian kebenaran. Sedangkan kaum muslim memandang al-qur’an sebakai kitab yang suci dan valid mengenai hukum Tuhan. Seperti yang terdapat dalam Qs.Al-Maidah,44 :
         •                  ••                 
“Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”

Qs. Al – Maidah, 49 :
                              •   ••  
“ Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang Telah diturunkan Allah), Maka Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”

Qs. Al-baqarah, 221:
                               •     •      ••   
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”

Dari beberapa ayat di atas sangat jelas bahwa Hukum Tuhan adalah benar-benar ada dan wajib di laksanakan bagi semua umat islam.

d. Diferensiasi makna ayat alqur’an.
Dalam penafsiran al-qur’an, kaum liberal mempunyai pandangan lain. Misalnya dalam al-qur’an aurat al-azhab ayat 59:
 •                      
“Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Dalam hal ini kaum liberal menafsirkan lain, tentu diperlukan argumentasi yang valid dan meyakinkan. Hal ini sama tidak berdasarnya dengan sebuah pernyataan bahwa yang lebih esensial adalah keharusan untuk memenuhi standar kepantasan umum dalam berpakaian. Para tafsir kenamaan sekaliber Quraish Shihab pun berpendapat demikian berdasar kulifikasi al-qur’an sendiri atas ayat jilbab itu, yakni potongan ayat yang berbunyi: “kecuali yang selayaknya terlihat dari aurat itu (illaa maa zhahara minhaa)”.
e. Syari’at islam
Persoalan moral dan etika selalu terlibat dalam segala aspek kehidupan manusia, dimana agama juga berperan dalam memberikan aturan-aturan tersebut. Namun hal ini dianggap berlebihan. Sebab tidak sedikit nash keagamaan yang juga berbicara mengenai soal-soal teknis yang menyangkut hukum, politki, ekonomi dan lain-lain. Dalam masa kini, kaum pluralis tidak bias terus menerus menutup diri, karena teks-teks keagamaan juga masih menyangkut keduniaan yang menjadi suatu sumber pemikiran di tengah-tengah pemikiran non keagamaan. Kaum liberal yang menampakkan dirinyaberlebihan, justru menjauhkan mereka dari bersikap objektif yang menjadai semangat pemikirannya sendiri bahkan membunuh perlahan kejujuran intelektualnya tanpa sadar.

f. Muhammad sebagai rasul Allah.
Kaum liberal menyatakan bahwa, “Muhammad adalah tokoh historis yang harus dikaji dengan kritis , sehingga tidak hanya menjadi mitos yang dikagumi tanpa memandang aspek beliau sebagai manusia yang banyak kekurangan sekaligus sebagai panutan yang harus di ikuti. ” Namun, “Kita tidak wajib mengikuti Rasul secara harfiah, sebab apa yang dilakukannya di Madinah adalah upaya untuk mengasosiakan anatara nilai-nilai universal islam dengan situasi social disana dengan seluruh kendala yang ada”. Dan berpendapat, “Islam di Madinah adalah hasil suatu Trade off anatara yang universal dengan yang partikular”.

Dari pernyataan di atas timbul problematika. Yang pertama, adanya kejanggalan dan ambiguitas makna dari pernyataan “Rasul sebagai figure panutan”, namun pada saat yang sama kaum liberal justru menganjurkan untuk tidak mengikuti Rasul secara harfiah, pemikiran sepeerti jelas bukan pemikiran orang yang beriman, sebab Alah berfirman dalam surat al-qalam ayat 4:

    
“ Dan Sesungguhnya kamu(Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Selain itu, Annie Besant berpendapat”mustahil bagi siapapun yang mempelajari kehidupan dan karakter Muhammad hanya mempunyai rasa hormat saja terhadap nabi yang sungguh mulia itu,”
Dalam banyak surat al-quran juga menunjukkan bahwa Muhammad mempunyai posisi yang lebih tinggi daripada yang lainnya. Hal ini ditunjukkan Allah dalam beberapa firman Nya yang menunujukkan panggilan yang lebih mulia terhadap Muhammad. Misalnya dengan panggilan Ya Ayyuha al-Nabiyyu dalam surat al-Anfaal ayat 64-65
 •    •     •                           
“Hai nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.Hai nabi, Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti”
Surat al-Azzhab ayat 1:
 • •            
“Hai nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Selain itu Allah juga memanggil Allah dengan panggilan yang mesra seperti Ya Ayyuha al-Muzzamil seperti pada irmasfirman Allah dalam surat al-Muzzamil ayat 1:
 • 
“ Hai orang yang berselimut (Muhammad),”
Dan dalam Surat al-Mudtsir ayat1:
  
“Hai orang yang berkemul (berselimut)”.
Kedua, mengenai pandangan belum selesainya pekerjaan Rasul
Muhammad SAW. Di Madinah yang memiliki banyak kendala dan kelemahan. Tugas rasulullah sebagai ulama dan intelektual bertujuan untuk berupaya menegoisasi antara nilai-nilai ideal islam dengan kenyataan masyarakat Arab di masanya sehingga beliau bersifat historis. Kaum liberal beranggapan Rasul juga memilki keurangan namun tak satupun para ulama yang berpendapat demikian. Hal ini merupakan kesimpulan bagi ereka yang diambil dari Surat al-Kahfi ayat 110:
                         
“Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
Dari ayat diatas kaum liberal menganggap bahwa rasul sama halnya dengan manusia biasa yang juga memilki kesalahan.
Kenyataan bahwa rasul merupakan orange yang lebih tinggi karena rasul memilki kepribadian yang lebih agung. Kepribadiannya tersebut yang dapat menimbulkan keajaiban dunia. Kepribadiannya yang agung dapat dapat menglhami orang lain dengan jangka waktu yang panjang. Ia mampu mngubah pikiran-pikiran dan menimbulkan revolusi terhadap rang-orang di zamannya. Rasul memilki kepribadian seperti itu yang tidak dimilkioleh orang lain, bahkan oleh nabi-nabi lain. Tidak ada pembaharu lain, Nabi yang lain, bahkan tidak pula seorang manusia yang dianggap jelmaan Tuhan, dapat memperoleh dan menuntut kecintaan , pengabdian dan ketaatan sebagaimana yang diberikan kepada Nabi Muhammad oleh para pengikutnya.

2.3 Dampak Islam Liberal Terhadap Kaum Muslimin.
Pemikiran-pemikiran islam liberal yang dianggap nyeleneh ini mempunyai dampak terhadap kaum muslim, baik secara individu maupun dalam lingkup keluarga. Pemikiran liberal yang dianggap menyeleweng dari ayat al-qur’an yang begitu mutlak maknanya. Kaum liberal bertoleran mengenai pembolehan nikah beda agama dan membolehkan orang kafir mewarisi harta orang muslim. Karena mereka berlogika bahwa islam menghargai agama lain dan mempersilahkan pernikahan dengan agama lain sehingga secara otomatis beranggapan waris beda agama diperbolehkan. Sedangkan Allah sudah berfirman secara jelas larangan menikah beda agama yang ada dalam surat al-baqarah ayat 221:
                               •     •      ••   
“ Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
Muhammad Ali As-Shabuni dalam Rawaiul Bayan menjelaskan lebih lanjut bahwa Allah Allah SWT. Melarang para wali (ayah, kakek, saudara, paman dan orang-orang yang memilki hak perwalian atas wanita) menikahkan wanita yang menjadi tanggung jawabnya dengan orang musyrik.
Namun kaum liberal tetap beralasan bahwa yang di[erbolehkan adalah lelaki dari ahli kitab yaitu mereka ari golongan Yahudi dan Nasrani dan golongan aliran kepercayaan. Berkaitan denga pemikiran kaum liberal yang seperti ini, Allah SWT sebenarnya suda menjelaskan dalam firmannya surat al-Mumtahanah ayat 10:
                               •                                 
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu Telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang Telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang Telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang Telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Dari keterangan ayat di atas Abu Bakar al-jazairy dalam Minhajatul Muslim berkesimplan bahwa, “tidak halal bagi muslimah menikah dengan orang secara mutlak, baik ahlul kitab maupun bukan”. Selain itu, Hartono mengutip dari Imam Ibnu , “Dan tidak halal bagi muslimah menikah dengan lelaki kafir, baik kafir kitabi maupun bukan kafir kitabi.”
Dalam hal ini kafir yang dimaksud yaitu orang yang tidak beragama islam, yaitu termasuk penyembah berhala, Majusi, Yahudi, Nasrani dan orang-orang yang murtad dari islam. Namun meskipun demikian, para kaum liberal tetap saja memilki argument yang kuat , serta pemikiran-pemikiran yang absurd.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari makalah yang telah dijelaskan, maka dapat ditarik kesimpulan:
1. Kemunculan islam liberal ini disebabkan akibat penjajahan yang lebih dari 400 tahun terhadap umat islam.islam liberal didasarkan pada loika yang beracuan pada modernism barat.Modernism di barat ini dinilai mempunyai karakteristik yang berbeda jauh dengan falsafah islam. Islam liberal ini banyak diprakarsai oleh para anak muda, usia 20-35-an tahun. yang pada umunya adalah para mahasiswa, kolomnis, peneliti, atau jurnalis. Tujuan utamanya: menyebarkan gagasan Islam liberal seluas-luasnya. Jaringan islam liberal ini didirikan di Jakarta. Dalam perkembangannya JIL ini mnyediakan berbagai fasilitas untuk menyebar luaskan pemikirannya melalui Koran, radio, buku, booklet dan website.
2. Islam liberal mempunyai pemahan yang berbeda mengenai kandungan Al-Qur’an dan kebenarannya, eksistensi dan keabsolutan Tuhan, hukum Tuhan, diferensiasi makna ayat al-qur’an, syariat islam dan Muhammad sebagai rasul Allah. Para pemikir liberal berpendapat bahwa bersikap ragu akan keabsolutan Tuhan adala hal yang wajar dan tidak perlu dianggap serius. Kaum liberal tidak percaya akan hukum Tuhan, mereka menganggap Hukum Tuhan yang dimaksud adalah al-qur’an. menurut mereka,al-qur’an tidak ada bedanya dengan hadist dan teks-teks lain seperti buku-buku ilmu pengetahuan karena menurut mereka, al-qur’n mempunyai kesamaan dalam hal berwujud bahasa dan tersusun dalam teks yang dialogis dan dialektis dengan realitas yang sama-sama berpotensi mengandung penilaian-penilaian kebenaran.kaum liberal mempunyai pendapat yang berbeda mengenai makna ayat al-qur’an, syariat islam dianggap berlebihan, Kaum liberal menyatakan bahwa, “Muhammad adalah tokoh historis yang harus dikaji dengan kritis , sehingga tidak hanya menjadi mitos yang dikagumi tanpa memandang aspek beliau sebagai manusia yang banyak kekurangan sekaligus sebagai panutan yang harus di ikuti”.
3. Kaum liberal bertoleran mengenai pembolehan nikah beda agama dan membolehkan orang kafir mewarisi harta orang muslim. Karena mereka berlogika bahwa islam menghargai agama lain dan mempersilahkan pernikahan dengan agama lain sehingga secara otomatis beranggapan waris beda agama diperbolehkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar